Seperti beberapa Trip sebelumnya, perjalanan BOL BRUTU kali ini ke Semarang juga sedikit berbeda karena akhirnya 3 mobil tidak bisa berangkat secara bersama-sama. Tapi itu tak menjadi halangan bagi kita untuk melakukan perjalanan yang cihuy seperti biasanya. Pagi kita semua berkumpul di rumah pasangan cihuy: Eko Teguh Paripurno & Ninuk Retno Raras. Pagi itu saya mendapatkan kebahagian yang luar biasa: 1 Paket CD yang berisi seluruh album Leo Kristi termasuk Album terbarunya: Warm, Fresh & Healthy! Tak ternilai! Pak Putu menambah kebahagiaan kami semua dengan oleh-oleh dari negeri tetangga: jelly buah aneka rupa ... Xie Xie ! Kami kemudian membagi diri. Formasi pertama bersama mobil Kang ET terdiri dari Mas Wied, Kang ET, mbak Ninuk, Ida, Ani Irama dan aku sendiri. Tim ini berangkat duluan dengan menyempatkan diri dulu berturut-turut ke Candi Plaosan, Situs Garangasem Nore Fauzi dan Candi Tengaran/Klero. Perjalanan melalui Boyolali dilalui dengan kepadatan yang cukup menawan terutama di Ampel dan Bawen. Mobil Kedua adalah Keluarga Pak Putu Sutawijaya, Kris Budiman, Mas Ayu Kumala dan Putri Aisiyah, dalam perjalanan menuju Semarang mereka melakukan makan siang pada sore hari di Boyolali, sementara Mobil Ketiga hanya berisi Erson dan Exon lewat Magelang.
Kami kemudian bersatu di halaman Gereja Blenduk sekitar hampir jam 9 malam, sayang dimalam hari digunakan untuk ibadah, sehingga kami tak bisa menikmati Orgel yang langka itu, salah satu dari 8 yang ada di dunia. Senyampang kemudian kami menuju (eks) Rumah Seni YAITU, tempat kami bermalam di malam Imlek ini. Sejenak kami istirahat dan membersihkan diri, karena kali ini kami akan blusukan ke Pecinan pada dinihari. Tujuan awal kami adalah Klenteng dan Rumah Sembahyang Keluarga Liem yang di kelola oleh Yayasan See Hoo Kiong, karenanya sering disebut sebagai Klenteng See Hoo Kiong. Punya nama lain juga sebagai Kelenteng Hitam. Klenteng ini dibangun pada tahun 1881 oleh Liem Siong Djian dan Liem Kim Ling dan didedikasikan untuk Liem Bik Nio (arsitek klenteng pada masa lampau).
Selepas mengisi perut dengan yang hangat-hangat dan empuk, kami kemudian melanjutkan ke kompleks Klenteng Tay Kak Sie, yang paling terkenal di Pecinan Semarang, terletak di kawasan jalan Gang Lombok Kota Semarang. Klenteng yang didirikan pada tahun 1746 ini pada awalnya hanya untuk memuja Kwan Sie Im Po Sat. Klenteng ini kemudian berkembang menjadi klenteng besar yang juga memuja berbagai Dewa-Dewi Tao. Nama Tay Kak Sie yang tertulis pada papan nama besar di pintu masuk Kelenteng, adalah nama yang berarti "Kuil Kesadaran Agung". Di Klenteng ini, Erson, Exon dan Ani Irama melakukan Ciam Si, meminta permohonan dan kemudian mengocok batang bambu kecil, menyerupai sumpit berukuran sekitar 10 cm yang diletakkan di dalam sebuah wadah gelas, dimana setiap batang bambu tersebut memiliki nomor yang sudah disesuaikan dengan jumlah kertas syair. Kertas Syair ditangan dengan perasaan campur aduk. Sekitar jam 3 dinihari kami tiba kembali di Rumah YAITU, yang memegang kertas syair Ciam Si tampak memegangnya seolah tak mau dipisahkan, yang lain bersatu dalan simfoni dengkur ...
Pagi dimulai dengan sarapan yang membabi buta, ada yang makan Soto, Nasi Goreng Babat, Gorengan sekaligus, ada yang hanya salah satu atau salah dua ... tetep lulus kok, ada kopi yang menemani! Ziarah kami pagi ini adalah wisata oleh-oleh terlebih dahulu: Kue Moachi! di Jalan Kentangan, sebelum kemudian kembali menuju Sebandaran ke Klenteng Hitam lagi. Erson & Exon sibuk Ciam Si lagi, sementara yang lain menuju Klenteng Sai Tan yang berada sekitar 30 meter dari Klenteng Hitam. Klenteng ini merupakan rumah sembahyang dari Keluarga Tan. Siang di Semarang kami akhiri di Istana Wedang yang cihuy: Lontong Cap Gomeh, Es Kacang Tanah dan Es Lengkeng Yanghun menjadi pilihan sesajiku.
Gerimis menemani kami meninggalkan kota Semarang, uluk salam terimakasih mungkin tak pernah cukup atas kebaikan Pak Tubagus yang sudah berlelah-lelah menemani pasukan BOL BRUTU sampai kehilangan malam hari. Jangan kapok ya pak! Sementara Pak Putu dan Keluarga memperpanjang hari di Semarang, yang lain kemudian bergerak Kami kemudian masih menyempatkan diri untuk mengunjungi Vihara Avalokitesvara Sri Kukusrejo Gunung Kalong yang berada di Ungaran. Vihara Avalokitesvara Sri Kukusrejo Gunung Kalong ini berawal dari sebuah tempat pertapaan yang konon pernah disinggahi oleh Kiai Ageng Pandanaran untuk bermalam yang pada waktu itu salah satu bekal perjalanan Kiai Ageng Padan Arang kelong yang berarti kurang (berkurang) karena dicuri yang akhirnya tempat tersebut dinamakan Gunung Kalong. Tak heran di sebelah vihara terdapat makam Islam yang merupakan pengikut dari Ki Ageng Padang Aran.
Kamipun kemudian berpisah di Gunung Kalong ... hujan dan macet sepanjang Semarang-Boyolali menemani kami menuju Jogjakarta. Selepas mampir di Situs Garangasem Noer Fauzi lagi, kelelahan dalam senyuman terbawa selepas kami saling berpamitan di rumah Kang ET dan Mbak Ninuk. Di Jogja Utara, Alin dan Zora antusias menyambut ayahnya dengan 2 lilin naga dari Pecinan Semarang ...
oleh Cuk Riomandha pada 18 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar