Awalnya adalah awal 90an, masa SMA dimana Iwan Fals yang sebelum itu menjadi “suara” yang sering aku dengar gagal dalam Tour 100 kotanya. Tak lama berselang lahirlah album Mata Dewa dan kemudian muncullah SWAMI, KANTATA TAKWA, DALBO yang legendaris itu. Menarik untuk mengenal salah satu anggotanya yang memiliki suara serak penuh energi: Sawung Jabo! Tak perlu pikir panjang untuk memiliki album SIRKUS BAROCK pertamaku: Bukan Debu Jalanan. Ada 2 lagu yang menarik perhatianku di album itu: Burung Putih, lagu mistis yang menggiring kita seolah sedang berada di tepi pantai dengan ombak yang menderu. Serta Bernadetta, lagu cinta yang dinyanyikan dengan suara gagah.
Kerendah-hatian dari seorang Sawung Jabo kudapatkan dari media saat itu, dimana dia lebih suka menghindari menjadi juru bicaranya dengan menyerahkan ke anggota lainnya. “Saya cuma seksi sibuk, dan tukang foto kopi”, demikian kira-kira ujar beliau. Keseriusannya dengan profesinya --yang juga diamini oleh mas Jockie—adalah SAWUNG JABO selalu menyatakan dirinya Penyanyi bukan Vokalis, ia menyuarakan dengan sepenuh hati, bukan orang yang sibuk dengan oktaf dan keindahan vocal. Namun justru itulah ia juga menjadi Vokalis, tak bisa dihindari lagi. Arek Suroboyo dengan nama lahir Moh Djohansjah ini dan lagunya seolah terlahir bersama, menyatu! Sesuatu yang membuat banyak artis ingin bekerja bersama beliau. Pada akhir 90an kita bisa menemukan dengan mudah namanya di sampul kaset artis-artis seperti Mel Shandy, Nicky Astria, Ita Purnamasari dan tentu saja Iwan Fals.
Ketika aku kemudian hadir di Jogja sejak 1992, aku mendapatkannya telah menjadi legenda di Malioboro, sejak jaman Rendra, Kelompok Kampungan hingga masa kini. Pentas di Gedung Pusat UGM pada pitulasan 1992 adalah pentas pertama beliau diluar SWAMI atau KANTATA TAKWA yang aku tonton penuh khidmat. Selepas itu setiap acara ultah GIRLI atau KOMUNITAS MALIOBORO, laki-laki dengan baju merah dan ikat kepala ini akan selalu menjadi orang yang ditunggu penampilannya. Meski kadang kami sering juga tertipu dengan kehadiran mas Djasmadi, atau mas Djasbo he he he. Sejak itu aku mendatangi beberapa tempat seperti di Purnabudaya, Gono Art Studio, Malioboro, Vredeburg, tempat dimana beliau menyanyikan lagunya, sebagai Sawung Jabo, bersama Sirkus Barock, KPJ Malioboro atau GENGGONG.
Pada satu ketika aku menemukan beliau di SANCAKA, kereta dengan tujuan SURABAYA-JOGJA, khusyu’ membaca buku bahasa asing tebal sekali. Turun kereta aku menyapanya, singkat saja sekedar berkenalan. Dan beberapa bulan kemudian aku menjadi saksi pementasan LANGIT di Gedung Societet, suka sekali dengan lagu barunya: JUANCOOOOOOK !! Kami kemudian bertemu kembali di Facebook, dimana beliau mengapresiasi perjalananku ke situs-situs dan makam-makam marjinal. Kamipun kemudian sering bertegur sapa di dunia maya atau seluler. Pernah juga beliau menelponku hampir setengah jam ketika baru datang di jogja saat “merapi horeg” akhir tahun lalu. Beliau kemudian membantu sesuai dengan kapasitasnya melalui SATU KELUARGA SATU SODARA dengan bernyanyi bersama masyarakat Merapi tanpa gembar-gembor IKLAN, atau TV SWASTA.
Pada suatu pagi, aku mengirimkan sms padanya. Beliau pun kemudian membalas untuk segera menemuinya, dan selembar tiket VIP plus kaos Genggong menjadi milikku. Maturnuwun mas! Malam harinya, seperti kerinduan mereka yang datang hari itu untuk bersepakat bahwa Langit Kita adalah Merah Putih, Lagu Kita Masih Sama: Indonesia Raya! Akupun duduk di depan, seperti sekitar 20 tahun yang lalu, ikut bernyanyi, berteriak, berjoget … larut dalam ritual MERAH PUTIH JOGJAKARTA !
Kini kami berkumpulEsok kami berpencar
Berbicara tentang kehidupanBerbicara tentang kebudayaanBerbicara tentang ombak lautanBerbicara tentang bintang di langitKami berbicara tentang TuhanBerbicara tentang kesejatianTentang apa saja
Terima Kasih, Sawung Jabo: Aku Cinta Padamu !
=================================================
oleh Cuk Riomandha pada 03 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar