Gunungkidul, tempat ini seolah-olah hanya menjadi TRANSIT bagi orang-orang "sukses", tempat banyak orang menghabiskan masa kecil atau nunut lahir. Sebut saja beberapa nama: Ajar Budi Kuncoro, Adi Dananto, Darmaningtyas, Manthous dan seterusnya, tak semua memilih Gunungkidul sebagai tempat tinggal. Migrasi besar hampir tiap tahun terjadi di gunungkidul: tiap lebaran, rasulan, akhir tahun, masa-masa kelulusan sekolah, adalah saat-saat dimana Bis-bis seperti jurusan Tepus-Kampung Rambutan, Karangmojo-Lebak Bulus, dll mengalami panen raya. Ada apa dengan Gunungkidul? Katanya air sulit, tapi sendang brumbung semin gak pernah asat, Katanya daun-daun cepat kering, tapi bahkan Tepus pun tetap hijau dikala kemarau.
Saya adalah orang yang mungkin berbeda dengan orang Gunungkidul, saya hanya nyok2 datang. Istilahnya mungkin relasi "anyang-anyangen", karena memang saya tak bertempat tinggal di Gunungkidul. Dan memang kadangkala Gunungkidul juga sok-sok menjengkelkan, dari pengalaman saya membuat dan mengagendakan pertemuan di Gunungkidul, mulai dari desa sampai tingkat kabupaten 95% bisa dipastikan tidak tepat waktu, rekornya adalah pertemuan yang dirancang jam 9 pagi, baru bisa dimulai jam 15.00 WIB ... he he he. Yang 5% tepat waktu adalah ketika bertemu dengan bupati he he he. Tapi tentu saja itu tak melunturkan hasrat saya untuk selalu berkunjung ke Gunungkidul.
Kuliner, belalang sambal bawang meski menarik sampai sekarang saya belum berani mencobanya, masih ada tempe di piring sebelah. Seafood di pantai-pantai dengan model pilih sendiri, masak lalu langsung dimakan selalu menjadi hal yang menarik. Sego Abang mbah jirak, meski banyak lalernya selalu menjadi favorit. Soto tan Proyek, hampir selalu menjadi tempat WAJIB AIN yang harus saya singgahi dalam perjalanan ke Gunungkidul di pagi hari. Sebelum saya terkena Hipertensi, TONGSENG Kambing p4an Karangmojo adalah salah satu favorit-ku. Tapi sejujurnya masakan rumahan yang disediakan pada beberapa kali pertemuan lebih dashyat, hampir tak pernah saya makan cuma 1 piring, pasti lebih! Rekornya adalah makan sego abang, sayur lombok ijo pete sebanyak 4 piring + 1/2 piring mihun di TEPUS pada awal-awal perkenalan saya dengan Gunungkidul, sebuah Histeria mangan ...
Wisata Alam, pantai-pantai di gunungkidul adalah pantai-pantai yang suangaaaat cantik dan mistik ... favoritku adalah pantai siung, mendengarkan deburan ombaknya seperti mendengar gamelan dan simponi musik yang indah. Saya sering memaksakan kehendak untuk membuat beberapa kali agenda di lokasi ini. Saya juga pernah menginap di tepi pantai untuk mendekatkan diri pada simfoni alam tadi. Tebing-tebingnya sangat cantik. Dan yang paling membantu untuk menikmati keheningan pantai adalah di pantai siung kita bebas dari gangguan, sinyal seluler tak terjangkau. Selain pantai, Gunungkidul memiliki kekayaan berupa luweng-luweng yang sangat indah dan spooky.
Sejarah, awalnya adalah ketika pada satu ketika pertemuan di Ngawis diundur dari jam 9 menjadi jam 1 siang. Itu artinya adalah waktunya petualangan, papan kayu lapuk bertuliskan Situs Sukoliman di pinggir jalan raya karangmojo, serta Situs Gondang di jalan desa ngawis menjadi perhatian saya. Secara jejak kesejarahan, Gunungkidul adalah tempat yang lengkap, jejak-jejak jaman prasejarah sampai paska jaman Islam ada disini.
Pada durasi 2006-2009 saya sangat menikmati perjalanan di Gunungkidul, sayang hanya sekitar tahun terakhir saya kemudian memaksakan diri untuk menggunakan motor (bukan mobil). Pengalaman saya berkeliling di SMP dan MTS di 3 kecamatan begitu menggoda untuk diulangi, pemandangan dan jalanannya asyik banget buat motoran. Dan setelah saya purna-tugas dari LSM asing itu, sudah 3 kali lagi saya mengunjungi Gunungkidul.
Menjelang lebaran 2009 (paska tugas saya selesai di gunungkidul), saya sempat motoran lagi ke Gunungkidul bersama Agus Nur, sekedar napaktilas serta berburu KacangMede di Karangmojo, Emping Jagung di Ponjong dan Makanan Kaleng di LIPI-Playen, meski kemudian barang yang rencananya saya jual kembali itu nggak balik modal, tapi kerinduan saya pada "perjalanan ke Gunungkidul" terobati.
Dua kunjungan terahir, adalah berkat facebook. Saya sudah kecanduan untuk blusukan mencari "batu" dimana-mana, dan kebetulan, sahabat lama Hery Fosil kemudian menjadi moderator WISATA GUNUNGKIDUL di Fesbuk. Seperti yang sudah-sudah, kamipun "bekerjasama" kembali, dan berikutnya .... Candi Dengok Pacarejo, Makam Serpeng Pacarejo, Candi Risan Semin, Situs Wiladeg Karangmojo, Luweng Ngawis, ... dan sepertinya juga, saya belum akan berhenti untuk kembali ... candi nglemuru, candi konengan, situs gembirowati, mbang lampir, gunung gambar, sodo belum pula saya datangi ....
Menyitir kalimat seorang pematung di lereng merapi: "Menjadi Musyrik itu berat" (kata-kata yang ditujukan pada kami yang hobinya berburu candi/makam). Kalimat ini menemukan kebenarannya ketika saya berada di Gunungkidul, melihat keindahan pantai siung, melihat keindahan candi risan, melihat ademnya gereja-gereja dan masjid-masjid di pelosok-pelosok gunungkidul serta menikmati senja di Bukit Patuk ... anda akan selalu percaya bahwa TUHAN ITU MEMANG YANG SERBA MAHA ...
Kembali ke pertanyaan awal, kenapa banyak migrasi keluar dari Gunungkidul?
Meski juga banyak yang bersemboyan (seperti saya): Gunungkidul ... ku kan selalu kembali padamu!
Pok Ame-ame belalang Gunungkidul, siang makan walang kalau malam minum ciuuuuu
oleh Cuk Riomandha pada 10 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar