"Mudik Ngetan" telah direncanakan secara spontan untuk menuju Surabaya dengan motoran, data-data tujuan ampiran pun tlah disiapkan termasuk juga peluru wasir untuk antisipasi jika ternyata ada kejadian "perih ndoro". Selepas mengantar Alin dan Zora menuju Kutoarjo pada hari Jumat malam, dan malam itu juga aku tiba kembali di Jogja Utara, setelah kancilen hingga jam 2 dinihari sebelum terlelap. Tepat jam 5 pagi di hari natal aku pun sudah siap menuju ke Timur.
Tak sampai tiga jam perjalanan, aku tlah memasuki perbatasan Jawa Timur, persinggahan pertamaku adalah di Monumen Suryo yang berada di tepi jalan Solo-Ngawi, sekalian untuk mendinginkan bokong barang sejenak. Lokasi berikutnya adalah ke Benteng Pendem Ngawi letaknya berada di tepi sungai Bengawan Solo, namun sayang bapak berbaju doreng yang menjaga gerbang menuju kesana hanya berucap singkat "Sejak dulu, semuanya dari instansi manapun tidak diperkenankan melihat, apalagi memotretnya". Ok deh pak, da da! Akupun meninggalkan Baterai Markas aka Benteng Pendem Ngawi menuju arah Caruban, dan kemudian aku istirahat sambil menikmati pecel pincuk di depan pom bensin Caruban.
Persinggahan berikutnya adalah ke sebuah Candi yang berada di dekat pusat kota Nganjuk, sebuah Candi yang didirikan oleh Mpu Sendok untuk memperingati kemenangan atas peperangan melawan kerajaan dari swarnadwipa. Di Candi ini pula dulu ditemukan prasasti Anjuk Kladang yang digunakan sebagai pathokan umur kota Nganjuk (Anjuk Kladang), prasasti tersebut kini berada di Museum Nasional Jakarta. Awalnya ingin juga langsung ke Candi Ngetos, namun melihat papan Situs Condrogeni 25km, membuat aku menundanya untuk perjalanan berikutnya, lagian Trowulan sudah melambai-lambai.
Selepas siang aku sudah berada di Candi Gentong dan kemudian di Candi Brahu, tak lupa aku mengontak Pak Cip dan Cak Arief Budhi bahwa Bol Brutu harus berkumpul, tak lama berselang kamipun bertemu di Situs Siti Inggil yang diyakini sebagai petilasan Raden Wijaya. Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, maka diputuskan aku dan cak Arief Budi melanjutkan laku, sementara pak Cip akan menunggu di Padepokan Seloaji. "Blusukan-lah seolah-olah tak ada hari esok", dan kemudian berturut-turut Candi Bajangratu, Candi Tikus, Candi Kedaton & Sumur Upas, Situs Umpak Sentonorejo, Situs Lantai Segienam sementara yang lain akan segera di datangi keesokan harinya. Mojokerto memang surganya BOL BRUTU, tak cukup 5 hari kalau kita mau serius mendatangi seluruh situs yang ada di Trowulan, Ngoro hingga lereng-lereng Penanggungan, Welirang dan Arjuno serta Anjasmoro. Akupun juga terpaksa harus memilih beberapa situs yang tak kudatangi. Tak ada penyesalan: "Istirahatlah karena besok masih banyak situs yang bisa di datangi"
Sekitar jam 5 sore kami tiba di Padepokan Seloaji, wah tokoh-tokoh penting Majapahit masa kini sedang berkumpul disana dan akupun merasa istimewa. Selepas maghrib perjalanan belumlah berakhir karena aku dan cak arief menuju Mojosari: Situs Hadi Sucipto! Sejenak aku nunut mampir ngombe dan pipis. Setelah itu kami kemudian kembali menuju Trowulan, kami menyempatkan berhenti sejenak untuk menikmati Lontong Balap dan Lontong Kupang sebelum tiba kembali di Padepokan Seloaji. Mengingat pak Ribut pagi-pagi harus menuju ke Bali maka biar tak merepotkan aku kemudian memutuskan bermalam di rumah Cak Arief Budi, namun sebelum pamit Serabi Kuah khas Jawa Timur kunikmati terlebih dahulu. Sekitar jam 9 malam, kami masih cangkruk lagi bersama Cak Malik dan Cak Anam, lagi-lagi aku dapat ilmu baru: ngindik Intel ha ha ha Setelah sempat nyetatus sebentar di warnet sekitar empu nala, akupun terlelap setelah mendiskusikan tujuan persinggahan esok hari yang akan aku datangi bersama cak Arief Budi.
maturnuwun dumateng pak Cip, cak Malik, pak Ribut dan cak Arief dan kawan-kawan Trowulan lainnya yang sudah menjadi sinterklas buatku.
To Be Continued
oleh Cuk Riomandha pada 02 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar