Hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
Itulah sebabnya kami melawan penindasan
Kota Bandung berkobar menyala-nyala
tapi kedaulatan bangsa tetap terjaga ..."
(Rendra - Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api)
Selasa 8 Juni 2010 menuju ke Bandung, pekerjaan menugaskan saya untuk bersilaturahmi dengan sahabat-sahabat di BILiC Bandung dan KUBCA SAMAKTA Lembang. Bertemu dengan para sahabat penuh semangat untuk merencanakan kegiatan bersama, selalu membuat saya juga menjadi kena imbas positifnya: Penuh Semangat dan gairah ... he he he dan sebuah perjalanan yang saya lakukan tentu saja (selalu) petualangan! dan mimpi untuk mendatangi Candi Bojongmenje dan Candi Cangkuang serta Situs Kendan, coba saya wujudkan pada tugas petualangan ini, prinsipnya: pekerjaan jangan sampe mengganggu hobi! Dengan Kereta Macan Pagi saya pun menuju bumi priangan, pecel kembang di stasiun kroya sempat saya nikmati, namun setiba di Bandung malam saya lewatkan di bekas asrama mahasiswi ITB dan Pizza kaki lima Balubur 19ribu-an.
Rabu 9 Juni jam 6 pagi, saya menerima telepon dari kerabat lama, saya memanggilnya dengan pakde. Pada tahun 80an, almarhum papa sempat kos di rumah beliau ketika sekolah di Bandung. Sayapun kemudian meluangkan waktu mengunjungi beliau, reuni di hegarmanah! Setelah reuni singkat itu, sayapun menuju Buah Batu, dan perempuan=perempuan perkasa dari BILiC saya temui beberapa waktu untuk sebuah rencana. Selepas siang, setelah dari BILiC, sahabat lama menawari saya untuk menemani blusukan, dengan tujuan Candi Bojongmenje di Rancaekek dan Situs Kendan di Nagreg. Perjalanan menuju Candi Bojongmenje cukup mendebarkan karena melalui jalan raya yang ramai, namun kawan Tatang Rahman sangat menguasai medan aspal itu. Berbekal petunjuk dari Wijna, kami dengan mudah dapat menemukan Candi Bojongmenje, merana terjepit di antara tembok pabrik dan ngecembeng oleh air hujan. Dalam kondisi tergembok, sayapun cuma bisa mendokumentasikan candi tersebut dari luar, hiks ... dan kekecewaan ini kemudian terlampiaskan dengan 2 mangkok bakso di SPBU Cibularang!
Perjalanan kedua adalah menuju ke stasiun Nagreg, dimana konon di dekat sana pernah ada sebuah Kerajaan Kendan, sebuah kerajaan dengan Raja yang juga "pranatagama" dengan gelar Resiguru. Kerajaan ini berada dibawah kekuasaan Tarumanegara, kerajaan ini kemudian berpindah ke Medang Jati (Cangkuang, Garut) sebelum kemudian menjadi Kerajaan Galuh di Karangmulyan Ciamis ... catatan berikutnya, kerajaan Galuh disatukan dengan kerajaan Sunda Pakuan (lanjutan tarumanegara) menjadi kerajaan Sunda Pajajaran oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Perjalanan kami kesini kemudian hanya menemui sebuah Kampung Kendan (Wangi) dan beberapa makam yang tersebar di tepi-tepi sawah. Di lokasi yang konon pernah ditemukan arca durga ini, kerajaan Kendan bukan kisah dominan yang diketahui oleh orang-orang yang saya temui disana, uniknya yang cukup hapal tentang sejarah Kendan justru orang-orang diluar wilayah Kendan.
Waktu menunjukkan pukul 3 sore ketika Tatang kemudian menawarkan untuk pergi ke Cangkuang ... wow. Tatang pun kemudian segera menggeber gas habis menuju Garut! Dalam perjalanan kami sempat melewati daerah bernama Kadungora, sayapun bilang wah ini daerah TERLANJUR TIDAK ya? ternyata Kadungora artinye Durian muda ... he he he, Cangkuang adalah nama sebuah tumbuhan, yang kemudian menjadi nama desa di Garut. Situ Cangkuang, ada di depan kami, setelah membayar tiket masuk seharga 3rb rupiah, saatnya menyebrang situ, karena saat itu tinggal kami berdua, carter perahu bambu seharga 30rb bolak-balikpun kami lakukan. 5 menit kemudian kami tiba di seberang ... situs Cangkuang yang terdiri dari Candi Cangkuang, Museum, Kampung Pulo (6 rumah dan 1 masjid) serta ratusan (mungkin ribuan) makam ... ya ini situs 1 Candi dan ratusan makam disekitarnya. Makam Embah Dalem Arief Muhammad persis di sebelah candi, sementara museum yang berisi naskah2 islam lama ada di seberang makam Embah Dalem, di area berpagar ini kita bisa menjumpai batu-batu makam yang tersebar, begitu pula di luar pagar. Yang unik dari makam-makam lama itu, adalah cara menancapkan nisan-nya, nisan tidak menghadap barat timur, tapi utara-selatan. Di sini juga terdapat Kampung Pulo, yang terdiri atas 1 masjid dan 6 rumah, hanya 1 rumah adat yang masih "asli" dengan atap sirap, lainnya sudah genteng. Rumah-rumah panggung ini diwariskan kepada keturunan perempuan, keturunan pria jika sudah menikah wajib meninggalkan kampung tersebut. Perjalanan ketiga situs ini sepertinya menjadi takdir saya, meski langit pucat ... namun Hujan tak turun seperti hari-hari sebelumnya, dan selepas Cangkuang kami kembali ke Bandung. Terima kasih buat Tatang Rahman, rencana perjalanan Jumat sudah bisa saya nikmati semuanya di hari Rabu. Perjalanan yang luar biasa! dalam 5 jam sudah menempuh Buah batu - Bojongmenje - Kendan - Cangkuang - Balubur ... serasa sedang tandem dengan Valentino Rossi dah ... he he he
Kamis 10 Juni, waktunya menuju Lembang untuk menemui kawan-kawan KUBCA SAMAKTA mendiskusikan mengenai sebuah rencana. Selepas dari KUBCA, awalnya saya mau mengunjungi Boscha sayang kok pas tutup. Segera saya kembali ke Hotel, setelah Thenguk Thenguk gak nemu Gethuk maka saya memutuskan untuk bergerak: Prasasti Curug Dago. Prasasti ini merupakan tanda kunjungan keluarga Kerajaan Siam ke Bandung, yakni Raja Chulalongkorn (1896) serta Pangeran Prajatthipok Paramintara (1929) yang masing-masing merupakan raja ke V dan VII dari Dinasti Chakri. Perjalanan menuju lokasi ini saya naik angkot dari simpang dago dan turun di taman budaya, setelah makan lotek di warung belakang taman budaya kaki-kaki saya melangkah dengan cepat melihat jalan terus menurun menuju lokasi, setelah blusukan kampung akhirnya tiba di lokasi ada 2 cungkup merah yang melindungi prasasti itu. Prasasti yang paling dekat dengan Air Terjun-nya adalah prasasti kunjungan tahun 1929, sementara prasasti yang paling dekat dengan undak-undakan keluar curug adalah prasasti kunjungan 1896. Cungkup yang terkunci dan percikan curug yang membasahi cungkup, membuat kaca berembun, dan perjalanan penuh semangat tadi langsung luntur ketika saya kemudian gagal motrek detil prasasti. Perjalanan menjadi lebih berat ketika harus kembali ke Jalan Dago, tanjakan rek! Selama 25 menit dengan diwarnai mata kunang-kunang dan separuh lotek keluar, sayapun mencapai terminal Dago. Setelah menenangkan diri sejenak di tepi jalan Dago, saya kemudian memutuskan untuk mencari tiket pulang Jumat pagi ... sikile njarem, ambegan mengkis-mengkis, tapi saya beruntung tak sampai pingsan, cuma memang eman lotek-nya ... he he he. Setelah dapat tiket sayapun kemudian sukses tumbang di kamar 204. Isya' saya terbangun, kaki terasa sakit saya masih paksakan jalan cari makan dan cari obat asam urat sampai perempatan wastukencana ... namun Recolfar tak saya temukan, ya sudah asam urat saya lupakan dengan jalan!
Jumat pagi 11 Juni ... saya kembali ke jogja dengan Argo Wilis ...
sampai ketemu lagi Bandung! dan sampai jumpa di perjalanan berikutnya!
Sekali lagi terima kasih buat Tatang Rahman yang sudah menemani saya aleut, juga buat catatan Wijna dan Bob Udjo yang menjadi petunjuk menuju lokasi, serta Zaldy yang membantu saya dengan info2nya ...
*judul (gagal) yang meniru(-niru) Rendra
oleh Cuk Riomandha pada 11 Juni 2010
============================================
Buka juga link ini:
http://deniirwansyahblog.blogspot.com/2009/10/situs-kendan-di-nagreg-jadi-tps-atau.html
http://www.wacananusantara.org/6/17/kendan?PHPSESSID=b3c3261a5e7c8a4ab9380903a45b7d26
http://www.wacananusantara.org/content/view/category/2/id/145
http://candi.pnri.go.id/jawa_barat/bojongmenje/bojongmenje.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar