Pada 22 Mei 2010, Taman Budaya Yogyakarta: Konser Rakyat Leo Kristi. Ingatan saya kembali ke masa kecil, saat diriku masih tinggal di daerah Simo Kalangan Tandes Surabaya. Hampir tiap hari ibunda selalu menyenandungkan lagu-lagu dari Gombloh, Leo Kristi serta Franky ... the troubadour! Sementara ayahanda lebih menyukai lagu-lagu instrumental dari kaset-kaset terbitan Orient atau Perina, album Nini Rosso adalah favorit beliau. Aku sendiri saat itu lebih disibukkan dengan lagu-lagu dari Adi Bing Slamet, Chicha Koeswoyo, Sari Yok Koeswoyo, Ari A Ariyanto, Diana Papilaya, Ira Maya Sopha sampai Sanggar Cerita. Tapi selalu kuingat dendang ibunda:
"Bawalah aku cepat berlariBawalah aku jauh jauh pergiAi ai ai ai… ai ai ai ai… ai ai ai ai…Gumama guma Gumama guma Gumama guma Gumama guma, aiiiiii…" (Kereta Laju - Nyanyian Tanah Merdeka)
Pentas Konser Rakyat Leo Kristi di Taman Budaya Yogyakarta kemarin, adalah pentas kedua dari LK yang kuhadiri seumur hidupku. Yang pertama adalah pada suatu masa kanak-kanak, dimana mereka pentas di Gelora Pantjasila Surabaya. Pertunjukan yang sangat tidak kunikmati waktu itu, aku lebih banyak merengek-rengek minta pulang atau membeli kue rangin yang ada di luar gedung. Hadiah sponsor dari produk Kosmetik kemudian mampu mendiamkan rengekanku saat itu. Aku lebih banyak tidur daripada mendengar musik, suara kibasan kertas-kertas di gedung yang panas itu malah jauh seperti konser buatku. Sesekali kuterjaga sambil menengok di panggung dan merengek ... "ayo pulang". Empat orang dipanggung yang membuat banyak orang tertawa (di masa kemudian kukenal sebagai WARKOP DKI), tak mampu menghibur kejengahanku. Pun ketika kulirik lagi ada segerombolan orang-orang berseragam hitam-hitam di atas panggung (merekalah yang kemudian kuketahui sebagai Konser Rakyat Leo Kristi). Tapi sempat kulirik ibunda tetap berdendang dengan senyum penuh arti, sementara aku tertidur kembali dipangkuan ibunda:
"Nyenyak melipat kakiRumah ibuku ...Rumah putih ibukuHati ke hati ...Whiiiii uiiiiiiii uiiiiiii uii iiuuiiuuu" (Catatan Jalan Surabaya - Nyanyian Tambur Jalan)
Pada masa remajaku (SMP-SMA), ibunda masih sering bersenandung lagu-lagu Leo Kristi, Ayahanda selain dengan Nini Rosso mulai ikut-ikutan sok puitis dengan membeli beberapa Ebiet G Ade. Sementara aku, mulai berkenalan dengan nyanyian-nyanyian Iwan Fals, Doel Sumbang serta tentu saja JEKA Records ! Ibunda sepertinya jengah dengan lirik-lirik lagu (terutama) Doel Sumbang, maka aku mulai dikenalkan pada album Nyanyian Tanah Merdeka ... aku suka sekali fotonya, sedikit mirip ayahanda dengan kumis tipisnya itu. Dan lagu-lagu dari Iwan Fals, Doel Sumbang (sembunyi2), Franky & Jane, Ebiet G Ade, Gombloh, Leo Kristi serta sesekali Broery Pesolima akhirnya mulai sering kudengarkan, dan mulai meninggalkan sanggar cerita dan album anak2. Di SMA, aku bahkan punya 2 grup band dengan 2 style, satu Beatles-an dan satunya adalah SWAMI-Sirkus Barock-an, di dua grup itu aku dijadikan sebagai POKALIS. Ibunda dan Ayahanda mulai jarang menyetel kaset-kaset itu (lha sudah aku ambil ... kok), mereka kemudian lebih sering mendengarkan album dari HAMKA, atau Bey Arifin dan Turchan Badri di radio-radio.
"Dan aku teringat pada isterikuSaat-saat setelah suara adzan petangKami duduk berhadap-hadapanDengan senyum memandang ke depan"(Anna Rebanna - Nyanyian Cinta)
Kedatanganku di Jogja disambut dengan musik-musik masa remajaku, pentas Sastro Muni dan Sawung Jabo di gedung pusat UGM menjadi awal perkenalanku dengan Jogjakarta. Pergaulanku di Fakultas Sastra UGM seringkali kemudian mengajakku untuk blusukan ke beberapa tempat untuk mengapresiasi musik2 "unik" seperti dari Kua Etnika, Ya Sudah, Muriah Budiarti, Acapella Mataraman, Royke Koapaha, Agus Bing, I Wayan Sadra dll. bersama Aant, Fifi dan Lono Simatupang kita sempat "sowan" apresiasi musik ke beberapa titik. Dan di Jogjakarta pula, aku mulai mengapresiasi semua jenis musik: metal, dangdut, jazz, classic rock, ethnik dan ... juga troubadors style. Akupun menjadi kolektor mp3 berbagai jenis musik, hingga juga Basiyo, Kartolo, Surya Grup, dan musik2 masa kecilku (tadi) juga. Aku kemudian mencintai musik-musik jadul dan jarang mengikuti yang baru. Dan lagu-lagu Konser Rakyat Leo Kristi selalu hadir dalam perjalanan apresiatif itu. Termasuk menggunakan "Kata Hati Nikah" sebagai salah satu soundtrack video pernikahanku.
"Ingin menikah aku melamarGadis dalam gadisSerambi terpaduOh ayah dan ibuMohon doa restuIngin menikah aku dilamarLaki dalam lelakiPembaringan kubawaOh ayah dan ibuMohon doa restu"(Kata Hati Nikah - Diapenta Anak Merdeka)
Sampai kemudian menjelang, 22 Mei 2010: Bangkit Jiwa Bernyanyi, Indonesia. Rezim jam kantor serta situasi sakitnya ayahanda membuatku tak bisa ikutan membantu mas Herry, Kris dan kawan-kawan. Menjelang 22 Mei 2010, aku teringat masa kecilku lagi, saat-saat sumuk di Gelora Pantjasila Surabaya, kemudian aku menelpon ibunda: "Mah, ke Jogjakarta, yuk ... LEO KRISTI pentas !" ... Ibunda berkata tenang, "belum bisa, masa pemulihan operasi mata belum usai, dan mamah durung iso luar kota nunggu 40 hari masa idah selesai". Mak Dheg, aku jadi ingat ayahanda lagi. Tapi malam itu, rasanya ayahanda dan ibunda ada menemaniku di Concert hall TBY, menyaksikan konsistensi suara Leo Kristi yang tak lekang oleh perubahan jaman, tetap lantang dan (sekaligus) genit ... khas LK ! Kontrol panggung dan vokalnya luar biasa. Seperti "hidup" beberapa hal kecil yang sempat "membuyarkan fantasi" kekhusyu'an menyaksikan Leo Kristi tak merubah keyakinan bahwa LEO KRISTI adalah LEO KRISTI ... dahsyat !
"Di atas bukit utara semalam, Malam larut tenggelam jauhDi bawah kulihat lentera jalan, berkedip-kedip perlahanDengan sinarnya kuning temaramKini aku datang, SayangSeindah mata, seindah rasa, Kini aku datang, Sayang"(Di tas Bukit Utara Semalam Selaksa Rumput Goyang Bersama - Nyanyian Tanah Merdeka)
-------------------------------------
terima kasih buat panitya Konser Rakyat Leo Kristi yang telah menghadirkan kembali ingatan masa laluku ... tabik !
oleh Cuk Riomandha pada 23 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar