Jumat, 24 Juni 2011

Perjalanan Lintas Religi di Jogja Barat

"Setu Dewi Rabi!", salah satu tulisanku yang terpampang di papan ruang kantor, ya kawanku kantor akhirnya berani mengakhiri reputasinya sebagai "Anak Perawan". Gereja Klepu adalah lokasi ia menikah, maka melihat lokasinya aku-pun juga merencanakan agenda Blusukan he he he dan Candi Pringtali adalah tujuan utama. Lokasinya di West Prog alias Kulonprogo.


Prasasti Masjid Sunan Kalijogo

Tepat pukul 7 pagi, aku berangkat dari Turi, setelah selesai mencret, sarapan dan memandikan Alin dan Zora, kupilih jalan sepi melalui seyegan, minggir sampai akhirnya tiba di perempatan nanggulan-minggir, beli mimik lalu belok kanan arah Dekso/Sendangsono. Mak bedunduk aku melihat papan petunjuk ditepi jalan yang memaksaku untuk kembali: "Masjid Sunan Kalijogo 100m". Akhirnya, akupun tiba disana, langsung blusukan ke dalam, kutemukan pecahan kentongan Sunan Kalijogo yang legendaris itu tergeletak di bawah bedug. Masjid ini dibangun 1477 oleh Panembahan Bodho (yang disemayamkan di makam sewu, bantul) atas perintah Sunan Kalijogo. Masjid ini terletak di Dusun Semaken, Banjar Arum, Kalibawang, Kulonprogo. Di belakang masjid banyak sekali makam, yang paling tua adalah makam yang menempel di dinding masjid, sudah dikeramik dan dipagar kayu, awalnya kukira makam "bayi" karena kecil, tapi ternyata sebagian pondasi makam yang lain ada di bawah mihrab. Sayang aku lupa namanya Ki siapa gitu. Keunikan yang lain, di belakang masjid juga banyak makam dengan tanda salib alias makam Kristen dan Katolik, perpaduan yang menyejukkan di alam kubur!

Candi Pringtali

Selepas dari Masjid Sulthoni Sunan Kalijogo, aku menuju arah Samigaluh, melewati Dekso, Pasar Plono dengan jalan berkelok dan menanjak serta turunan curam, aspal prothol tur mlipir meh kaligesing Purworejo. Dan sampailah daku di sebuah lokasi SD Kebonharjo di dusun Pringtali, di seberang SD tersebut tepat dibawah pohon besar Candi Pringtali berada. Sebuah Candi yang disusun (ulang) dari batu-batu yang ditemukan disekitar sana. tumpuk undung, termasuk 2 Yoni yang ditumpuk dengan cerat saling bertolak belakang. Setelah puas, akupun balik dengan memilih jalan pulang yang ternyata lebih dekat. Lewat Kenteng, melalui Desa Girimulyo dan jedulnya pas di perempatan Nanggulan-Minggir tadi.

Proficiat ... wajah-wajah lega setelah misa ...

Setelah kemudian sempat berganti batik di pinggir jalan dekat Sendang Jatiningsih, akupun langsung bergerak ke Gereja St Petrus dan Paulus, sampai lokasi langsung disambut pengantin mringis sarimbit menunggu Romo di pintu gereja. Prosesi belangsung khidmat, aku menyempatkan untuk blusukan sedikit di sekitar Gereja. Wenny sempat menyumbangkan suaranya di pernikahan tersebut, meski nyanyinya sambil merem melek sumpah ia sedang tak menyanyi dangdut! ... Aryo sempat mbrebes mili ketika sungkem, tapi Dewi malah tetep cengengesan hi hi hi ... Selamat Dewi dan Aryo, selamat berjuang ! Proficiat !

Tepat pukul 12 siang aku tiba kembali di Turi, dan langsung ganti Gir-Rantai satu set serta ganti oli ... byuh ... tungkak pun terasa sakit, karena asam urat kambuh ... perjalanan lintas agama yang menguras energi. 

Tapi besok menuju selatan prambanan, semoga tak ada kendala! Sampai ketemu besok tepat jam 7 pagi di gapura batas propinsi di prambanan!



oleh Cuk Riomandha pada 17 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar