Jumat, 10 Juni 2011

Catatan Kecil tentang Pagelaran RENDEZVOICES

RENDEZVOICES benar-benar melupakan situasi “melankolis” saya he … he … (lagi hobi berkata: “Tidur, Sendiri, Di rumah”). Di lereng Merapi, tepatnya di Karang Pramuka Kaliurang, Jogjakarta hajatan ini di gelar ahad pagi 2 Agustus 2009. Dengan menghadirkan musisi dari berbagai genre dan situs, konsep “Share Sound - Share Earth: Berbagi Bunyi – Berbagi Bumi” dihadirkan di alam terbuka Jogja utara. Instalasi menarik dilokasi dihadirkan oleh perupa yang membuat pagelaran ini menjadi multi dimensi. Dengan ditemani EOS 400D dan hati yang membuncah, saya pun hadir!


Jujur saja, tidak ada yang biasa-biasa saja dari para performer, semuanya DAHSYAT! Tidak perlu mendatangkan artis luar negeri untuk membuat pagelaran yang bikin kita multi orgasme he … he … Saya cukup beruntung tinggal di Jogjakarta, gudangnya banyak pagelaran seni dan kebudayaan yang luar biasa, dan jangan lupa … GRATIS … Semoga saja setelah NGAYOGJAZZ maka RENDEZVOICES ini akan menjadi rutinitas “srawung” yang semakin di tunggu banyak orang. I LOVE JOGJA, DAB !!


RENDEZVOICES dibuka dengan pawai disekitar kaliurang, dan di awali dengan performer PUTRA RIMBA dari Borobudur Magelang, berupa gerak dan lagu. Jika di Purworejo kita kenal Ndolalak dengan penari perempuannya, maka kawan-kawan dari Borobudur ini kesemuanya laki-laki. Kalau anda sering menikmati kesenian tradisional di karesidenan Kedu, maka anda bias mengamati kemiripan gerak, irama bahkan hingga make-up warna warninya. Nah kesenian ini sepertinya khas masyarakat dari situs 5 gunung di Karesidenan Kedu. Pentas ini dilakukan di depan Stage 1.


Performer kedua di panggung 1 adalah KRAMAT dari PAMEKASAN, mengusung musik perkusi khas Madura, “MUSIK PATROL” efimisme dari KOTEK’AN kalau masyarakat Jawa Timur mengklasifikasikannya. Biasanya muncul di bulan Ramadhan menemani Sahur atau di hari-hari biasa ketika Ronda Malam. Terus terang saya takjub dengan penampilan mereka, tetabuhan Madura model Banyuwangi-an yang dipengaruhi unsure dari Pentatonik Pulau Dewata muncul cukup kuat. Alat-alat yang digunakan pun dekat dengan keseharian mereka: drum minyak, gentong ikan/udang, kuali modifikasi dan tentu saja rebana, dan kentongan (kayu dan bambu). Saya harus angkat topi ketika mereka memainkan “Ndang Baliyo Sri, Soleram dan Yamko Rambe Yamko” dengan gaya irama Madura, dahsyat rek! Mator Skalangkong KRAMAT !!


Nah, performer ketiga di Panggung 3 adalah kawan-kawan CONGROCK 17 dari Semarang, sangat unik dan manis karena memadukan musik keroncong dengan aliran musik lainnya seperti rock, jazz, pop hingga lagu daerah. Saya cukup terperanjat ketika mereka memainkan SPAIN dengan violin dan flute bersahutan dengan ditemani Kencrung dan Bass Betot, mbok wani totohan kalau Chick Corea lihat, ia pasti akan bertepuk tangan keras sekali he … he … 2 vokalis wanita (yang sepertinya kembar) cukup aktif berkomunikasi dengan penonton yang bahkan kemudian diminta bernyanyi lagu jawa. Ratu sejagad, Sik Batu Manikam, I Just Called To Say I Love You dan lainnya mampu membuat hati ikut menari-nari seperti penampilan kenes mereka.


Anda kenal dengan kelompok STOMP yang pernah memperoleh GRAMMY? Nah di panggung 2 hadir TATALOE, berasal dari kawan-kawan Univ Pasundan, Bandung mereka mengeksplorasi barang-barang bekas menjadi bebunyian yang berirama unik. Rantang, Kaleng, Panci, Tong Plastik, Drum, Paralon, Wajan dan lain-lain. Musik yang ditawarkan mirip dengan STOMP. Sangat menghibur dengan irama-irama kejutan yang unik. Ada komposisi yang sangat menarik ketika mereka memainkan Cetok menjadi bebunyian perkusi, sekali lagi … DAHSYAT euy !


Bergeser ke panggung 1 lagi, hadir grup dari Pulau Dewata yang sudah lama bikin saya penasaran SAHARADJA, dimotori oleh Rio Sidik (trumpet, gitar, flugelhorn, vocal) dan istrinya Sally Jo (Violin), mereka menyebut diri sebagai “World Music With A Rock Attitude” … dan benar, musiknya benar-benar dahysat dan mewah. Perpaduan bunyi yang muncul sangat khas dari sitar, tabla, didgeridoo, trumpet dan tentu saja violin, benar-benar mengajak saya keliling dunia. Kalau saya ndak sedang memotret, pasti saya akan mengomandoi pentonton untuk bikin kalangan buat menari he … he … terutama ketika nada salsa atau dangdut muncul dengan riuh. Lagu Kopi Dangdut dari mereka benar-benar membuat saya bergairah dan lupa makan siang. Saya mengamati, supporter mereka cukup banyak dan expatriate mancanegara adalah diantaranya.


Kemudian panggung 2 bergerak lagi ketika JOGJA HIP HOP FOUNDATION hadir dengan penyanyi idola-saya SOIMAH PONCOWATI he .. he … (aku motrek bareng bojone lho). Rap atau Hip-hop sendiri sebenarnya bukan musik favorit saya, namun penampilan mereka memaksa saya harus ikut manggut2 (marai fotone dadi blur ha … ha …). Saya sangat menikmati situasi panggung yang sangat guyub dari komunitas ini, anak-anak dan pasangan ikut mewarnai panggung. Meskipun lagu mereka termasuk “EXPILISIT LYRICS-PARENTAL ADVISORY”, tapi justru di atas panggung terlihat simbiosis yang ditunjukkan keluarga komunitas ini. IWA K dengan “Tikus Got dan Bebas” hadir berkolaborasi dengan mereka, dan penonton pun manggut manggut kepala dan tangannya serta ber- aha aha hoi hoi hey hey … yo yo ya yo yo …. Saya pun jadi kepingin ihik ihik ihik he … he …


Geser lagi di panggung 1 hadir Ki Ageng Ganjur kelompok santri yang pernah bikin kaset bersama Gus Dur, kali ini mas Deny dkk berkolaborasi dengan Ny. IWA K alias SELFI NAFILAH (aka SELFI KDI), uayune rek …. Dangdut Gamelan pun hadir dengan suara kibor yang sangat khas Ki Ageng Ganjur. Meski rok yang digunakan mbak SELFI cukup “membahayakan”, tapi adegan seperti di Sekaten mampu dihindari (fotografer kecewa he … he …). Saya pun kebelet Joget, hiks


Belum rampung Ki Ageng Ganjur tampil, dibelakang panggung menyeruak Ahmad Albar dan Ian Antono berjalan menuju panggung tiga, bersama kawan-kawan Shaggy Dog dan tentu saja pak pulisi yang mengawal-nya. Doggies-doggies pun mulai histeris, termasuk Doggies dari North Jogja yang sempat ngobrol dengan saya dan saya potret ketika mereka baru datang. Panggung ini pun dimulai dengan penampilan akuistik duet legenda Ian Antono dan Ahmad Albar: Rumah Kita dan Panggung Sandiwara mulai membuai Doggies di depan panggung. Kontrol panggung, teknis dan komunikasi dengan penonton menunjukkan mereka adalah Legenda, saya pun cukup beruntung bias ikut hadir di atas panggung mendokumentasikan mereka. Dan ketika Shaggy Dog naik panggung dan “Semut Hitam” menghentak dari kolaborasi Legenda lama dan baru, penonton pun histeris dan berjingkrak, debu pun menemani “Semut Semut Aw !”. Semut Hitam dengan gaya SKA ini membuat saya jadi ingin ikut menjatuhkan diri di atas penonton, hiks … Legenda pun amit mundur, memberi kesempatan kepada Shaggy Dogs yang akan meluncurkan lagu baru, dan segera berangkat ke Darwin Australia untuk sebuah festival. Dan lihatlah … tua muda, lanang wedok, londo jowo, kecil besar semuanya menjadi penuh debu karena bergerak bersama, Hey kamu yang cantik mari ke Sayidan berdansa bersama Anjing Kintamani !!!


Pentas Shaggy Dog awalnya adalah klimaks terakhir saya, batere sudah habis dan CF udah penuh, turun panggung saya melihat Candil. Jangkrik … amunisi sudah habis, ndak isa motrek, agak frustrasi dan pengen pulang. untung saya mampir di media centre bertemu mas Ajie, “wis tekan kene lho cuk, rugi ra ndelok Rumah Musik Harry Roesli kolaborasi karo Candil”. Akhirnya saya pun kembali beringsut mendekati panggung, kali ini hanya sebagai penonton. Dan ah benar benar dahsyat euy! Pshydhelic Rock dengan bebunyian Sunda dan Minang khas almarhum Harry Roesli memaksa saya menyalakan HP untuk merekamnya. Kalau anda kenal dengan grup musik aliran classic rock dari Prancis: MAGMA, maka saya harus katakana bahwa RUMAH MUSIK HARRY ROESLI feat CANDIL jauh lebih dahsyat.


Dan ketika para MC: Nonot, Gareng dan Gepeng mengumumkan pagelaran RENDEZVOICE selesai, maka saya merasa baru saja mengalami multiorgasme yang dahsyat he … he … nganti kesel tapi bahagia …. 

So hari ini, saya wajib berteriak:
RENDEZVOICES is MUCH MUCH BETTER THAN SEX !!

oleh Cuk Riomandha pada 02 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar