Rabu, 22 Juni 2011

Bhūmi Sambhāra Bhudhāra

Perjalanan ini terjadi karena seorang Apriadi Ujiarso, berkat beliau aku mendapatkan foto Borobudur 1930 dari Tropen Museum Amsterdam. Dari foto tersebut pula aku bisa berkenalan dengan mas Marsis Sutopo, yang kemudian kami tahu adalah Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Beliaupun sudah berkomen: "Oke, sy tunggu di Balai Konservasi..." nah tentu saja karena belum cukup PD maka aku mengajak opa Kris Budiman, Jumat kita ke Borobudur. Mohon maaf perjalanan ini memang "tidak resmi" di share ke Brutuis yang lain karena kami memang gak bisa mengajak banyak orang dalam perjalanan ini, semata-mata agar tak menjadi "wisata bencana". Henny dan Mufid ikutan sebagai relawan merapi di mobile klinik paska trip, dan Ida Fitri yang meminta ikut setelah membaca komen-komen di foto. Namun, dari pengalaman dan pengetahuan dari perjalanan ini, mungkin BOL BRUTU (gerombolan pemburu batu) bisa merencanakan sesuatu untuk situs-situs "minor" yang telah disapa abu-abu Merapi.

Banyak pengetahuan istimewa yang kami dapat dari kunjungan singkat bertemu mas Marsis Sutopo. Setelah selesai membersihkan Borobudur dari abu merapi pada tanggal 2 November 2010, ternyata merapi "melumpuhkan" Borobudur pada 5 November dinihari, pohon-pohon bertumbangan, dan debu tebal kembali menyelimuti Borobudur. Joke Arkeolog-nya adalah "hanya dengan penggalian satu strip maka langsung ditemukan lantai candi". Nah, Sulfur yang hadir bersama pasir abu merapi sifatnya korosif dan bisa merusak batu, maka sebagai antisipasinya adalah setelah dibersihkan dengan air (1 Stupa sekitar 10 Ember), sulfur di netralisir menggunakan "Soda Kue" dengan ukuran 1/4 ons dicampurkan 10 liter air untuk 2 Stupa, setelah itu Stupa akan dibungkus plastik, aktivitas ini adalah untuk merubah PH 5 menjadi PH 7. Jika merapi sudah relatif mereda, maka plastik-plastik itu akan dibuka lagi untuk dibersihkan ulang menggunakan air. Pengalaman dahsyat buat kami yang menyaksikan sendiri bagaimana abu merapi menyelimuti borobudur, pengalaman yang tak terjangkau juga bagi kami bagaimana mas Marsis dan kawan-kawan dengan ratusan relawan dari berbagai tempat melakukan pembersihan Candi Borobudur ini. Sesuatu yang harus dilakukan dengan cepat, karena tutupnya Borobudur juga sangat mempengaruhi denyut nadi kehidupan masyarakat sekitarnya. Maturnuwun mas Marsis Sutopo atas kesempatannya mendapatkan "traktiran terdahsyat", Selamat Ulang Tahun juga (maaf tadi saking asyiknya ngobrol malah jadi lupa mengucapkan selamat) ... kami merasa istimewa, bisa parkir motor hanya beberapa meter dari Sambhāra Bhudhāra.

Selepas jumpa pers sejenak dengan jurnalis tv swasta, maka kami kemudian bergerak menuju Kerkhoff Mendut ranting-ranting yang kemarin menutup beberapa makam sudah mulai bersih, namun abu-abu merapi masih mendledek di nisan-nisan. Sejenak ritual kecil Bol Brutu dilakukan tanpa dupa hanya helm hitam. Kamipun kemudian bergegas ke Candi Mendut (melewatkan Candi Pawon), masih dibuka untuk umum, meski kegiatan pembersihan juga masih dilakukan. 

Dari candi Mendut kami beringsut ke Monastery yang sedang dibersihkan oleh relawan dari Kediri, Monastery ini juga digunakan menginap para relawan yang membersihkan Borobudur yang berasal dari Semarang (PATRIA: Pemuda Theravada Indonesia). Kami hanya sejenak berada disini, karena ingin menikmati PURNAMA di tepi sungai pabelan. Pecel Wader dan Teh menjadi menu wajib kami semua.

Selepas dari PURNAMA, kami kemudian bergabung dengan rombongan mobile klinik KKY (Kerabat Kota Yogyakarta) yang mengadakan pengobatan gratis di Tangkilan sekitar 200 meter dari Purnama. Pembagian tugas dilakukan, Heny dan Ida menjadi teman curhat para penyintas yang rata-rata dari Grogolan Dukun Magelang, Mufid menjadi penerima pendaftaran periksa, aku bertugas untuk farmasi dan KB mendokumentasi. Menjelang maghrib Ida dan KB balik menuju Jogja, dan selepas maghrib aku menitipkan Henny dan Mufid ke kawan-kawan KKY karena layanan mobile klinik belum selesai, sementara aku segera menuju Turi. Sori Henny dan Mufid, aku hanya menjalankan mandat bos kalian di Blitar, tujuan ke Jogja adalah menjadi Relawan ... sampe malam. Oh ya mas Edy Hamzah adalah salah satu aktivis mobile klinik di KKY yang biasanya bertugas untuk urusan farmasi dan konsumsi.

Kabar bahwa daerah Turi zona aman telah berubah menjadi 10km tentu membuat hati berbinar, rasa rindu terhadap rumah semakin membuncah. Tak lama berselang aku tlah sampai di rumah, listrik tlah menyala ! cihuy! maka Ihik dan libil di rumah sendiri tak lagi menjadi wacana panjang he he he Esok kami akan mencoba membersihkan rumah tercinta, ayo yang mau jadi relawan di rumahku, silahkan gabung, he he he ....

Selamat Malam Sahabat Merapi !
Tetap Semangat, Selalu Waspada, Pantang Panik dan Cihuy ...

oleh Cuk Riomandha pada 19 November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar