Rabu, 22 Juni 2011

Bandung: Memburu Sinta Ridwan (part 2 - Tamat)

Selepas 2 malam di Bandung, Kamis pagi kumulai dengan sedikit terlambat bangun, namun itu tak membuatku kehilangan kesempatan untuk Nasi Goreng dan Mihun Goreng ... hmmmm yummy, dan jadwal hari ini adalah menuju ke Lembang: KUBCA SAMAKTA, kami disambut dengan hangat, namun ternyata banyak bahasa isyarat yang telah aku lupa, untunglah mereka bisa membaca gerakan bibirku. Ketika mira mulai "bekerja" aku mulai berkeliling di sekitar home stay yang dikelola mereka, dan aku tertarik pada sebuah bangunan di seberang: sebuah Masjid. Namun yang unik adalah bangunan tempat wudhu dan toiletnya, ada beberapa labu yang hidup di atap gentengnya: Helloween di Masjid ....

Tengah hari segera hadir ketika bu Diana menawarkan untuk menengok teropong Boscha sambil menunggu jamuan makan siang yang disiapkan. Tak sampai 10 menit, kamipun telah tiba disana, namun sayangnya tak ada rombongan anak sekolah yang kesana jadi Gedung itu dalam posisi terkunci. Tak apalah, meski tak menjadi Sherina yang penting sudah melihat gedung itu dari jarak dekat. Kami lalu kembali untuk menikmati jamuan makan siang, opor ayam, daun singkong, labu siam rebus dan kering tempe menjadi hidangannya, dan aku terpaksa memakannya dalam kuantitas 2 piring. Kenyang tentu saja.

Hujan mengantar kami kembali ke ujung hegarmanah, dan tak lama berselang sebuah sms menggetarkan Philips-ku, senja saatnya memburu Sinta Ridwan, Gedung Indonesia Menggugat menjadi lokasi kencan kita. Perjalanan menuju kesana dilakukan dengan sedikit blusukan, mira pun ikutan. Angkot minggir di tepi jalan tamblong, kami lalu berjalan menyusuri jalan ASia Afrika, Bandung Titik Nol, Savoy Homann, Toko Vries dan tentu saja Societet Concordia menarik perhatian kami. Di pertigaan kamipun meneruskan langkah menyusuri Braga Weg, serasa menjadi sinyo turi deh. Aku sempat menghentikan langkah pada sebuah teteg kereta, demi sebuah papan dan bangunan cagar budaya: Gardu PJL Braga.

Tak lama berselang Gedung Indonesia Menggugat tlah ada di depan kami, dan senyum Sinta Ridwan menyambut kedatangan kami. Aku menyempatkan sejenak untuk menikmati bangunan yang digunakan Soekarno berpidato selepas ditahan di Banceuy. Beberapa obrolan singkat mengisi senja, mulai Tan Tjeng Bok sampai Baduy, mulai Mahatmanto sampai Kris Budiman he he he. Akupun akhirnya juga dapat tandatangan pada sebuah helai "Berteman dengan Kematian", tapi aneh juga, penulis kok gak punya pulpen ... hi hi hi

Maghrib menjadi tanda perpisahan sementara kita, setelah berburu toilet dan menikmati kemacetan cipaganti, kami pun tiba kembali di ujung hegarmanah. Melepas lelah dengan sebotol sarsaparilla dan mengingat rumah, jumat pagi kembali ke Jogja. Dan perburuan kali ini berakhir happy ending: Terimakasih Sinta atas senja-nya, sampai ketemu lain waktu ...

TAMAT

oleh Cuk Riomandha pada 26 November 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar