Jumat, 24 Juni 2011

Safari Ramadhan ke Jogja Selatan sebelum Pakuncen

Pengen murah? naik andong dong!
Awalnya hanya rencana napak tilas ke Selarong bersama Aant Subhansyah, salah satu pasangan blusukan masa 90an selain Ijus Narwanto. Kami sengaja berangkat lebih awal untuk undangan pertemuan di ETNOREFLIKA. Sekitar pukul 10 pagi, kami tiba di area GOA SELARONG, namun kami langsung menuju ke kiri: Sendang Manikmoyo, Umpak Masjid serta dua buah Yoni (Yoni inilah yang membuatku ngebet ingin ke situs mas Karebet ini). Dan setelah blusukan tak jelas di bukit sekitar, kamipun akhirnya mendaki anak tangga, umur tak bisa menipu! Mengkis-mengkis! Kami leyeh-leyeh kemudian di area Gua Selarong, sambil memandang 4 buah umpak, Goa Kakung dan Goa Putri ... akar yang menyatu dengan batu, tampak melepas dahaga kami yang sedang puasa. Dan 2 tas kresek Sawo kubawa sebagai buah tangan.

Stasiun/Terminal Biru Palbapang
Lepas dari Selarong, kami menuju ke Selatan, dan di sebuah bangunan bercat biru beriklan nomor seluler, kami kemudian berhenti. Tampak 4 orang yang berseragam biru pula, seragam DLLAJR/Dinas Perhubungan. Ya di area yang cukup sunyi itulah Terminal Palbapang yang dulunya Stasiun Palbapang berada. Bangunan renta itu semakin kesepian dalam kesunyian tanpa hiruk pikuk ...

Menggengam Salib dan Rosario di Candi Ganjuran
Perjalanan kemudian kami lanjutkan menuju Ganjuran, namun di selatan palbapang ketika membaca nama desa aku teringat sebuah situs: Situs Watu Gilang Gilangharjo Pandak. Setelah bertanya beberapa kali kami akhirnya menemukan lokasi "Pasujudan Watu Gilang", namun sayang cungkup terkunci gembok, dari celah pintu itu tampak kelambu putih. Sunyi juga hadir disini, tak ada orang yang bisa ditanya, tak ada pula juru kunci. Akhirnya kami tiba beberapa saat kemudian di Candi Ganjuran, sebuah gereja yang berbentuk candi, dengan arca-arca uniknya. Ketemu dengan Mas Dab Agoeng Haryanto yang sedang melakukan ziarah visual pula disini. Kami sempat membeli kaos maria berwarna merah darah ... seragam deh. Waktu dhuhur tiba, setelah berwudhu di gereja, kami singgah di masjid dekat situ yang dibangun oleh PLN. 

Manusia Gua Surocolo
Selesai bersujud, kami segera menuju ke Selatan: Gua Surocolo! Namun karena petunjukknya tak begitu jelas, kami malah mendapat pengalaman tambahan, ke Seloharjo melalui desa Panjangrejo, melewati jembatan yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Sempat berhenti ditengah jembatan untuk menikmati pemandangan sungai dan bukit yang aduhai. Setelah bertanya beberapa kali, kamipun kemudian tiba di Gua Surocolo, Poyahan, Seloharjo Pundong. 2 Jaladwara besar tampak dibawah dua pohon raksasa yang ada di tepi sendang. Gua Surocolo ada di atasnya, dipintu masuk tampak batu-batu candi yang tersusun. Tepat di pintu Gua sebelah kiri, nampak prasasti dengan gambar wayang yang telah retak. Setelah selesai membasahi kerongkongan dengan ludah sendiri, maka kami beranjak turun. Jembatan kretek yang terlihat dari jauh, tampak melambai-lambai seolah memberi tahu kami untuk segera menuju Jogjakarta.

Bersujud di Masjid Pakuncen
Sekitar pukul 14.20 menit kami tiba di Kuncen, kantor ETNOREFLIKA belum terbuka. Kamipun kemudian menyempatkan diri blusukan ke makam di belakang masjid kuncen. Aku sempat ziarah visual ke makam 2 tokoh Sarekat Islam: HOS Tjokroaminoto dan H. Fachruddin, sementara Aant tak berhasil menemukan makam eyangnya. Kamipun kemudian beristirahat di Masjid Kuncen hingga waktu Sholat Ashar tiba.

Intelektual, Amtenar dan Ustadz ETNOREFLIKA
Perjalanan kemudian ditutup dengan Silaturahmi Visual bersama sahabat ETNOREFLIKA ... hingga buka puasa! Setelah mengantar Aan ke haribaannya, akupun menuju ke utara bermalam minggu bersama 2 bidadari kecilku!

Sampai ketemu di perjalanan Berikutnya

oleh Cuk Riomandha pada 29 Agustus 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar