Selasa, 21 Juni 2011

Ngacir ke Mangir

Rencananya agenda ini akan dilakukan pasukan BOL BRUTU (gerombolan pemburu batu) awal bulan depan, sekaligus untuk menyambut kedatangan doktor mahatma, namun karena danang sutawijaya akan ke negeri tetangga, maka perjalanan dilakukan 25 April 2010. Kali ini Marwan, Dav, Mahatma absen karena jadwal, Lieke (kembali) absen karena masih ngerjain PR, Salim absen karena ada sodara datang, dan Sujud absen karena salah jadwal ... he he he. Sebetulnya pagi-pagi Singo sudah telpon saya ngajak ketemu cak Didieth Shaksana yang pas lagi di jogja, sayang saya sudah punya janji untuk perjalanan ke jogja selatan ini ... kapan2 maneh yo cak.


3 Gus Dur di Situs Sangkring

Gerimis mengiringiku dari jogja utara menuju situs pertama: SANGKRING. Situs yang terus berbenah, untuk kehidupan kabudayan yang lebih egaliter, dan karena Danang Putu Sutawijaya intens dengan Bol Brutu, maka tentu saja ia akan berhati-hati dalam penggunaan "keramik" ha ha ha. Selain "ruang biru" yang selalu menjadi favorit saya disana, kali ini saya serasa terpaku pada lukisan 3 Gus Dur yang dibuat dari sobekan-sobekan kertas, karya seorang pendidik PAUD dari pinggiran Bojonegoro, ketika cat susah dan tak terbeli ... maka majalah bekas yang di sobek2 tetap mampu membuat karya seni yang dahsyat!

Situs Mangir dan pak Alias

Setelah ngopi dan ngobrol sejenak mengenai rencana trip ke Lasem, maka kamipun segera beringsut ke selatan jogja: Situs Mangiran ! Syukurlah putra pak putu habis outbound disana, sehingga kami bisa langsung segera njujug. Kamipun sempat bertemu dengan seorang bapak, yang melalui wangsit mimpi yang diterimanya ia harus menjaga situs mangiran ini. Maka dengan sungguh-sungguh, ia kemudian membebaskan beberapa "tanah", untuk membangun tembok bata. Dan meski ia tinggal di pulau dewata, salah satu kerabatnya menjaga dengan baik situs mangir ini, serta beberapa petilasan lainnya.

Misih seputar Mangir

Kami diajak melihat beberapa batu yang diyakini digunakan untuk pembuatan senjata/logam (mendinginkan logam yang baru ditempa), serta beberapa Watu Kebo (nandi) di rumah seorang penduduk, serta di dalam makam yang gapuranya sempat membuat kami agak bergidik. Kami juga sempat menemukan watugilang (bentuk sebetulnya adalah umpak) di rerimbunan bambu-bambu, serta juga semacam watu dakon. Kami sangat berterima kasih kepada "mas alias" yang telah menunjukkan semua situs yang ada dikampung tersebut, betul-betul penuh energi mungkin karena habis ikutan pijat massal he he he. Energi para BOL BRUTU pun tentu juga perlu aktivitas kembul bujana, dan info Wader Goreng Mangir yang ada dikampung itu adalah situs berikutnya, meski mendadak dan tanpa reservasi dulu, kamipun kumanan iwak kuthuk dan wader goreng, mangut sudah dihabiskan rombongan sebelumnya, tapi alhamdulillah sebelum piring2 mereka dibereskan, kami sempaat menyelamatkan mangkuk mangut yang tinggal duduhnya ... dan gak salah, meski cuma "hoyen", kuah itu jadi salah satu faktor yang membuat kami bisa makan hingga 2-4 piring ...

Makam Sewu

Setelah selesai kembul bujana, kitapun menuju Makam Sewu sebuah makam unik yang hampir semua tulisan di nisan ditandai dengan gelar Kyai untuk laki-laki, dan Nyai untuk perempuan, meski itu makam bayi juga. Di kompleks ini ada beberapa tokoh yang sempat terbaca tulisannya di tembok luar: Panembahan (kar)Tosuro (?), Panembahan Kuning, Panembahan Cokrowesi dan tentu saja yang menjadi tokoh central disana, yaitu Panembahan Bodho alias Raden Trenggono. Hujan yang turun, serta kelelahan yang mulai mendera membuat kita menyempatkan diri untuk meningkatkan energi dan sel darah putih kita dengan mengunjuk Jus Jambu Biji Makam Sewu, sambil menelpon Davinna untuk laporan singkat pandangan mata.

Masjid Kauman, Watu Gilang dan On Clinic Fans Club

Energi mulai naik lagi, kitapun segera bergerak lagi keselatan, kali ini ke masjid peninggalan Panembahan Bodho, masjid kauman yang kini bernama masjid Sabiilurrosyaad, yang unik dari masjid ini adalah terdapat watu gilang (pandak) yang bentuknya berupa umpak. Sementara masjid yang cukup cantik ini sendiri, sepertinya sudah direnovasi baru, dan kelihatannya tinggal langit2 centralnya saja yang masih orisinil. Kelelahan dan kekenyangan yang mendera kami membuat kita mulai limbung dan berhalusinasi, sempat ada yang mulai membayangkan menjadi pembalap mobil grandong, ataupun terjengkang lemas layaknya orang yang butuh bantuan On Clinic ... hmmmm kasihan mereka.

Sendang Kasihan

Agar tak bertambah parah, maka calon pasien On Clinic tersebut kemudian mengajak kita semua untuk kembali mencari jalan ke utara, menuju jalan pulang. Namun persinggahan kami belumlah berakhir, kami masih menyempatkan mampir ke Sendang kasihan, dimana terdapat dua arca yang cantik serta sedang digunakan orang untuk melakukan ritual rendam. Ada tiga titik (batu) di dalam sendang yang digunakan sebagai lokasi untuk laku rendem tersebut. Setelah sebatang-2batang rokok selesai diemut-hisap oleh On Clinic gang tersebut maka kitapun akhirnya benar-benar memutuskan pulang. Menjelang jam 6 sore kita tiba di Situs Sangkring lagi, setelah puas di ruang biru dan sempat ngobrol sejenak, maka kitapun membubarkan diri. 

Sampai jumpa pada perjalanan berikutnya


oleh Cuk Riomandha pada 25 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar