Sudah beberapa perjalanan yang tlah kulakukan tanpa menulis Catatan Perjalanan, salah satunya adalah perjalanan ke Ranah Minang: Kota Padang! Tapi kok ya eman-eman kalau tak dituliskan ulang. Apalagi aku baru saja Go Blog di http://ziarah-visual.blogspot.com/ he he he. Ok berdasarkan ingatan akrobatik, aku akan mencoba menulis kembali perjalanan yang kulakukan pada 21-25 April 2011 lalu. Sebetulnya sebelum berangkat sudah kontak dengan mas Teguh Hidayat dan Henny Pudji Rahayu, tapi kami belum rejeki ketemu ... toh kami juga blusukan ke tempat masing2 he he he
Perjalanan ke Padang adalah melamar untuk adik bungsuku, aku ke Padang bersama Ibunda. Singkat kata, Kamis sore kami sudah berada di Padang dan malamnya dialog lamaran pun dilakukan, secara informal, apa adanya namun penuh keakraban, cukup mudah ternyata he he he. Jumat kami kemudian mulai beraktivitas untuk acara pernikahan yang akan dilakukan akhir Juli di Padang. Bonus yang kudapatkan pada hari Jumat ini adalah Jumatan di Masjid Ganting, sebuah masjid Ganteng yang mulai dikerjakan pada 1790 dan selesai 1810. Masjid ini mengalami cobaan dua kali yaitu Gempa Bumi + Tsunami pada 1833 dan Gempa Padang pada 2009 lalu, ketika aku datang, bagian mihrab masih mengkhawatirkan sehingga mihrab darurat dibuat di tengah masjid. Selain ke Masjid Ganting, bonus lainnya adalah Kuliner Ikan Djoni Kun di Kota Lama Padang: makan sekaligus mapping perjalanan hari berikutnya.
Sabtu 23 April, aku memutuskan untuk tak mengikuti lagi urusan Gedung dan Katering, aku memilih untuk meminjam motor dan memulai perjalanan. Perjalanan kemudian kumulai di Makam Turki Gunungpadang yang masuk di Nagari Teluk Bayur. Makam yang terletak di lereng pinggir jalan raya menuju Teluk Bayur itu seolah menjadi jejak Ottoman di Indonesia. Perjalanan berikutnya adalah yang paling berat yaitu menuju Gunung Padang di Muaro Padang, menyusuri Benteng-benteng Kolonial lalu menanjak ke atas, akhirnya akupun tiba di makam Siti Nurbaya, yang letaknya berada di sebuah Gua menjelang puncak. Perjalanan yang membuat aku kehabisan napas dan hampir pingsan itu, aku netralisir dengan Es Tebu di pojok Kota Tua – Jembatan Siti Nurbaya.
Setelah mulai bisa menemukan napas, aku segera bergegas menikmati Kota Tua Padang yang semakin sunyi dan sepi itu, bangunan-bangunan bergaya colonial dan tionghoa tampak begitu kuat hadir disana. Akupun tak melewatkan untuk melihat Kelenteng See Hien Kiong didirikan pada tanggal 1 November 1905. Dahulunya kota Padang tidak mempunyai kelenteng sama sekali. Pada waktu itu suku Tjiang dan Tjoan Tjioe datang untuk berniaga (dagang) di kota Padang. Kemudian didirikan kelenteng Kwan Im (Kwan Im Teng) pada tahun 1861 dengan persetujuan Raja Ham Hong Taun Sien Yu. Klenteng ini rusak berat, dihalaman depan dibangun 2 ruang darurat yang digunakan untuk ruang Altar Peribadatan serta Ruang Pengurus Klenteng. Selepas menikmati jejak-jejak Indis di Batang Arau, perjalanan kemudian adalah keliling kota dengan pemberhentian di Museum Adityawarman, Monumen Lingga Young Sumatra … menjelang sore perjalanan kututup dengan Jus Pinang yang Gahar !
Minggu 24 April, adalah hari terakhir di Padang yang memungkinkan aku untuk blusukan, maka dengan sedikit nekat akupun bergerak sedikit ke arah Padang Pariaman, selepas Bandara menyusuri tepi-tepi Samudra Hindia. Pantai yang sunyi dengan pemandangan pohon, pasir dan laut yang aduhai. Tak lama berselang aku sudah berada di Kompleks Makam Syekh Burhanuddin, yang termasuk penyebar Islam awal di Padang. Di bagian muka makam terdapat sepuluh lokan besar 20 x 30 m tersusun di sebelah kiri kanan jalan yang menghubungkan makam dengan bangunan 100 x 80 cm. Lokan-lokan ini dianggap para pengikutnya mempunyai berkah yang dapat menyembuhan berbagai penyakit. Sayang aku tak sempat mendapatkan informasi memadai mengenai Masjid Syekh Burhanuddin yang letaknya sekitar 4-5km dari makam ini.
Seolah tak bosan dengan Batang Arau, aku kembali ke Kota Lama Padang, demi Masjid Kampung Keling: Muhammadan. Mesjid Muhammadan dibangun sekira 200 tahun lalu oleh para saudagar dari India yang berdagang ke Padang melalui Muaro Padang. Pada bagian depan terdapat dua tower mesjid, yang menjadi gaya arsitektur dari Nagor, India bagian Selatan. Setelah menikmati Lontong Sayur Padang di tepi Samudra Hindia, akupun kemudian mencari bonus dengan jalan menikmati pantai ke arah pelabuhan Teluk Bayur, hari minggu banyak orang pacaran ditepi pantai. Kemudian akupun menggeber motor matik pinjaman ke Pantai Air Manis, menengok Arca bikinan Orde Baru: Malin Kundang. Minggu malam kemudian ditutup dengan makan bersama dengan Chinesse Food di Apollo Seafod Jalan Sungai Bong. Kombinasi Jalan-jalan dan Kuliner akan selalu membuat berat badanku stabil namun dinamis :p
Senin adalah jadwalku kembali ke Jawadwipa, dengan jadwal Juli akan kembali ke Padang. Dharmasraya pasti akan menghantuiku karena tak sempat aku kunjungi, termasuk di bulan Juli, semoga suatu saat ada orang khilaf yang mau mentraktir aku buat jalan-jalan menyusuri Candi-Candi di Sumatra dan Kalimantan. Di Bandara Batavia, aku menyempatkan diri untuk berfoto bersama bintang pilem yang sudah kondang misuwur: Landung Simatupang … beliau ternyata Merah juga !
Jadi begitulah … sampai ketemu di perjalanan berikutnya. Doakan ada “perjalanan” ke tempat lain di Padang pada akhir Juli nanti.
oleh Cuk Riomandha pada 30 Juni 2011
The casino with roulette machines | Vannienailor4166 Blog
BalasHapusCasino roulette game is one of the most popular casino novcasino games in Malaysia. It offers the latest games with goyangfc.com the best 바카라 사이트 odds, with big https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ payouts deccasino and easy