Jumat, 24 Juni 2011

Safari Ramadhan: Ziarah Visual di antara Pakem dan Windusari

Alin dan Zora memandang makam, membelakangi Yoni
"Pada hari minggu kuturut ayah ke Makam !" ... mungkin itu yang dinyanyikan Alin dan Zora ketika Ahad Pagi 15 Agustus 2010, kuajak jalan-jalan ke makam Dusun Cepet Purwobinangun Pakem. Setelah melihat foto yang diperoleh Niko dari BP3, mengenai Situs Cepet, maka aku bisa memastikan bahwa lokasi dari Yoni dengan Cerat-Jengger yang unik tersebut ada di Makam. Teronggok di pojok bangunan di dalam makam, diatasnya bertumpuk batu-batu candi. Batu candi lainnya dapat dengan mudah ditemukan di area makam: tersebar di area, ataupun yang menjadi pagar. Ada yang unik lainnya, yaitu bangunan hampir ambruk di dekat pintu makam, masih terlihat papan dengan ejaan lama: "Pasarejan Dalem Kihageng, Surjomentaram Ngajogjokarto Hadiningrat, Dusun Tjepet Kapanewon Pakem, Kabopaten Sleman". Selepas dari Cepet, aku ajak alin dan zora ke agrowisata salak pondoh, sayang baik lokasi wisata agro-nya maupun Penampungan BCB Turi tergembok, udara pagi yang semilir membuat anak-anak cepat ngantuk ... dan mereka pun minta pulang.

Selagriya (courtesy of Rafael)
Selepas pagi, mak bedunduk sekitar jam 11an ... aku udah ada di pertigaan kalibening payaman magelang, menunggu Rafael dan Istri. Setelah mereka selesai ke-ban-an dan kami bertemu, maka kami langsung menuju ke Windusari dengan tujuan: SELAGRIYA. Terletak di dusun Campurejo, Kel Kembangkuning, Kec Windusari. Jika anda membawa mobil maka harus diparkir di dusun terakhir ini. Selepas dusun hanya ada jalan selebar 1 meter, dengan paving blok sampai bukit pertama. 2 bukit lainnya sudah jalan tanah. Sesungguhnya jalannya tak begitu menanjak, kita hanya melewati sisi-sisi bukit dengan pemandangan yang luar biasa ... karpet hijau dan terasiring persawahan, serta bukit-bukit hijau ada di sisi kita. Di ujung jalan yang bisa dilewati motor itu, kita akan sampai di sebuah gerbang. Anak tangga menanjak sejauh sekitar 150 meter membawa kita ke Candi Selagriya, candi yang background-nya bener2 CAKEB (pake B saking mantepnya). Candi ini sudah (di)mundur(kan) sejauh sekitar 3-5 meter agar tidak longsor. Di beberapa tempat terlihat sekumpulan batu-batu umpak dengan aneka bentuk. 

Petilasan Prasasti Mantyasih
Selepas Selagriya, kami kemudian menuju ke Kampung Meteseh, kampung ini pernah ditemukan prasasti Mantyasih yang terbuat dari logam. Prasasti (katanya) telah disimpan di sebuah Museum yang terletak di Solo. Untuk menandainya maka, di kampung Mantiasih yang kemudian jadi Meteseh itu (hiks ... malah jadi gak gaul deh namanya he he he) diletakkan batu lumpang dengan sebuah prasasti modern dari pemerintahan modern (tentu saja). Di dekat situ ada sebuah masjid kecil yang dinamai LANGGAR AGUNG MANTIASIH. Di belakang masjid itu terdapat sebuah makam yang dinisannya tertulis: Nyai Roro Ayu Utari. Konon makam ini dulunya berada di lokasi yang kini sudah menjadi jembatan. Di area sekitar petilasan dan masjid cukup lapang, pada saat ulang taun kota magelang, biasanya ada pentas wayang kulit disini dengan Babad Magelang.

Kursi Dasamuka di Makam Nambangan
Dari Meteseh kami kemudian menuju ke Nambangan. Sempat kulirik sebuah makam Kyai Sepanjang di pojok jalan menjelang pertigaan Nambangan. Namun, dengan asumsi tak menarik dan bayangan keramik jambon ada dikepala maka aku melewatkan saja lokasi itu untuk menuju sebuah makam di Nambangan. Di makam ini terdapat sebuah Yoni yang terbelah dan terlihat seperti sebuah kursi, inilah yang menyebabkan penduduk setempat menamakannya sebagai KURSI DASAMUKA. Di dekatnya nampak makam "Prasojo" (bukan Tjahjono) yang menggunakan batu candi sebagai nisannya.

"Batu Sembrani" Poh Pitu, Dumpoh
Setelah Nambangan, kami kembali lagi ke kampung DUMPOH, yang oleh penduduk magelang diyakini sebagai lokasi "bermukim"-nya Prasasti Poh Pitu, Mas Tjah telah mengkonfirmasi kalau prasasti Poh Pitu ditemukan di Klaten. Sebetulnya ketika kami bertemu orang pertama yang kami tanya, dan ternyata adalah juru kunci kami sudah curiga. Beliau mengatakan bahwa Batu yang ada di puncak Makam Gunung Tengis itu adalah "Batu Sembrani" yang sudah ditanam kembali sebagai artefak dari ritual "peletakan batu pertama" pembangunan Universitas Tidar. Uniknya memang sebuah batu dengan huruf romawi dengan gradasi cat hitam-putih tipis tertulis Prasasti Poh Pitu dari Dyah Balitung, bukti bahwa Kerajaan Medang pernah menjalin hubungan dengan Julius Caesar he he he jadi ingat yang meyakini bahwa pusat kerajaan medang ada di medari, dan dusun Kepitu Trimulyo Sleman yang aku lewati tiap hari itu sebagai Poh Pitu-nya. Kebenaran memang ruangnya adalah dalam Perdebatan, yang paling penting adalah soal Keyakinan, dan bagaimana kita menghormatinya. 

Eks Gerbang Kerkhof Magelang
Selepas Dumpoh, kamipun kemudian berpisah. Rafael dan istri kemudian entah kemana, dan aku menuju jogja. Masih sempat ku berhenti sejenak untuk memotrek bekas Gerbang Kerkhoff (makam belanda) yang ada di depan ruko-ruko di tepi bukit tidar. Sayang Kerkhoff itu sudah musnah sejak 80an awal. Baru nyadar akhirnya kalau seharian bertemu makam di semua situs yang aku kunjungi (termasuk Selagriya, Candi juga menjadi makam dengan peripih-peripih yang tertanam di sumuran candi).

Sejenak kemudian Safari Ramadhan kuakhiri ketika aku bertugas menjemput Alin dari Masjid di dekat rumah ... sesaat setelah adzan maghrib. 

Selamat berpuasa, hormatilah yang tidak berpuasa ...
Sampai Ketemu di perjalanan berikutnya. NYANDI ITU NYANDU ...

oleh Cuk Riomandha pada 18 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar