Rabu, 29 Desember 2010. Hari masih gelap ketika aku menggugah resepsionis dan sekuriti hotel untuk urusan administrasi dan membuka gerbang, pagi itu aku dibangunkan oleh mencret 2 kali. Sepertinya sebelum jam 6 aku sudah sampai dibelakang sebuah rumah tua, sesuai dengan petunjuk yang aku terima melalui sms. Sempat keblasuk sekitar 10 meter saja, namun seorang ibu mengatakan, "Oh, menawi nggriyane Ndoro Bram njih mlebet pager kajeng niku". Meski sudah janjian "isuk umun-umun", tapi ternyata aku malah nguggah. Selepas ritual teh dengan aroma yang kuat, kamipun kemudian menikmati pecel bersama, nyamleng tenan! Ber-empat, bersama Landa Karalas, Jeng Sari dan Rose Pring Ori, yang sejak kecil di(h)ajari bahasa Jawa dan bahasa Inggris.
Sembari menunggu keluarga Landa Karalas bersiap, aku kemudian yak-yak-an blusukan di rumah beliau. Di depan ada sebuah rumah tua yang dibangun sejak jaman Diponegoro, saat ini sedang tak digunakan sebagai tempat tinggal. Akupun juga menikmati rumah yang kini ditempati oleh keluarga yang hangat ini, penuh buku dan lukisan sepertinya mereka hidup nyaman sekali. Beberapa monitor komputer berada di sebuah meja, entah apakah itu mau di servis atau malah seni instalasi. Tak lama berselang kami kemudian berangkat, menggunakan mobil beliau. Wah pengetahuanku banyak bertambah ternyata Ngawi yang selama ini hanya kukenal pada poros Solo-Caruban ternyata bukanalas gung liwang-liwung, banyak hal menarik yang ada di luar poros tersebut. Tujuan awal kami adalah Situs Blusukan masa kecil Ibu Tien Suhesti, sebuah patung tanpa kepala di dekat tandon air tua di seberang stasiun Walikukun: Randa Kuning! Di dekat lokasi tersebut juga terdapat bekas "Penggilingan Padi" yang konon juga dijadikan sebagai ruang pengadilan rakyat jaman ontran-ontran 1948. Sementara Arca Randa Kuning sendiri sepertinya bikinan era mataram islam, karena bentuknya seperti orang yang sedang duduk "Tahiyat", entahlah aku juga bukan arkeolog.
Selepas memotret tembok bertuliskan "Kirik Nya Dewa" kami kemudian sampai di sebuah rumah seniman di Sekarputih, sebut saja namanya Brutu Sutawijaya. Namun sang seniman sedang ke Jogja sambil membawa "batu kenong" yang ia temukan pada sebuah sawah, entah dimana. Di Jogja ia sedang berusaha menukarnya dengan "benda lain". Di rumah itu sendiri, batu kenong yang lain digunakan sebagai lapik tanaman atau patung karya beliau. Selepas Sekarputih kami menuju Wonorejo. Kami sempat keblasuk sejenak, sampai kemudian tiba di sebuah rumah dengan papan "Situs Reco Banteng", ya di belakang rumah Mas Alias tersebut terletak sebuah situs yang berisi aneka batu candi: seperti Antefik, Ganesha, Lingga, Yoni dan tentu saja Reco Banteng dengan moncong seperti lambang sebuah partai, beda dari yang pernah kulihat. Kami juga sempat diajak menuju sebuah lokasi didekat sungai, disana terdapat arca belum jadi yang bersemayam dibawah sebuah pohon, tampak pula sebuah batu candi yang cukup besar di depan sebuah rumah. Terima kasih mas alias, yang sempat menolak sedikit pemberian kami, "sudah jadi tugasnya, ndak usah", untunglah akhirnya ia mau menerima tanpa aku harus menggunakan kekerasan ha ha ha. Beliau pun juga menginformasikan keberadaan sebuah Yoni pada sebuah hutan di Jogorogo.
Tak sampai setengah jam kami sudah berada di Jogorogo, kami memasuki jalan tanah yang becekdalam sebuah hutan tebu, dan kamipun tiba di sebuah situs "Kraton Ghaib Wirotho". Sebuah petilasan yang digunakan untuk menyepi dan tirakat, ada rumah yang bisa digunakan untuk menginap. Diluar cungkup petilasan itu sendiri tergeletak beberapa batu candi, serta papan peringatan situs yang sudah remuk redam. Di dalam, tampak sebuah arca semar yang membelakang pintu masuk, dan pada sebuah kelambu terdapat Yoni dengan aura cukup mistis, cukup sulit memotretnya. Akupun kemudian memotret pada beberapa sudut, sang Landa Karalas malah pipis diluar hi hi hi. Nah, kami sempat mengalami kesulitan ketika akan memutar mobil ke arah jalan pulang. Ban mobil bahkan sempat terperosok ke dalam selokan, namun akhirnya setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan.
Selepas Jogorogo, kamipun bergerak ke Selatan, kami tak berhenti ketika melewati jalan menuju makam Ki Condromowo (yang mungkin ada kaitannya dengan kisah Candi Ngetos) untuk menuju Pucangan Ngrambe. Terdapat sebuah Candi di dusun Pendem, tentu saja namanya adalah Candi Pendem. Di tepi jalan tampak sebuah batu candi yang membuat perjalanan kami bergairah. Tak jauh dari situ, tampaklah sebuah sumuran candi yang cukup besar, sekitar 3x3 meter. Mestinya dulu ada candi yang cukup besar disana. Beberapa sisa batu sepeti lapik arca dan yoni tanpa cerat juga hadir disekitar situs. Konon dulu banyak arca yang dibawa "Londo" ke Malang, tak jelas durasi waktu, oknum dan lokasinya, tapi yang jelas banyak arca telah raib.
Sebelum tengah hari, kami sudah kembali di nDalem Landa Karalas, menu favoritku sejak kanak-kanak terlah tersedia: Lodeh Rebung dengan Tempe Goreng, haujek soro! Seperti BOL BRUTU pada umumnya, Kurang ajar! Akupun SMP: Sudah Maem Pamit he he he sebelum jam 1 siang aku sudah siap menuju ke Jogjakarta. Tentu saja sebelum pulang,ben iso ketularan pinter ra ketang ming sithik aku sempatkan berfoto bersama manusia luar biasa ini: Bram Nabi!
Menuju Jogjakarta aku memilih melalui Karanganyar, wih jalannya cantik sekali. Masih sempat aku mampir ke sebuah Pura di atas bukit, di bawah jalan menuju Candi Cetho! Sejujurnya aku masih ingin mampir di sebuah padepokan dan pura di Jenawi itu tapi apa daya, sudah kadung HIV ... hasrat ingin voli versama istri di Turi he he he, menjelang sore aku sudah menyapa batu-batu Candi Gana, Candi Sewu dari kejauhan: Home Sweet Home! Senja yang mulai gelap menyambutku di Jogja Utara! Dan akupun kemudian menghabiskan hari bersama istri tercinta, ya ... berdua saja!
Silaturahmi Akhir Tahun 2010 kemudian kuakhiri. Perjalanan yang nyaman tanpa harus wasir, Alhamdulillah !
Maturnuwun kepada keluarga Landa Karalas: Kang Bram, Jeng Sari dan Rose Pring Ori atas pengalaman istimewanya selama 6 jam di Ngawi, semoga aku punya kesempatan sowan ke Sekaralas lagi suatu saat nanti.
Sampai ketemu pada perjalanan berikutnya, di 2011
NYANDI ITU NYANDU !
oleh Cuk Riomandha pada 07 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar