Sabtu, 13 Oktober 2012

Haiku Kunjorowesi-Dharmawangsa



(1)
menyisir pagi
tapak nafas mengalir
menjemput rindu


(2)
griya pawitra
di altar dharmawangsa
ku mengingat-Mu!

Oktober 2012

==========
Candi Dharmawangsa,
Gunung Gajah Mungkur Penanggungan,
Tlogo, Kunjorowesi, Ngoro Mojokerto. 

Foto oleh CR & EH

*Haiki haku sinahu Haiku :-p

On FB, 10 Oktober 2012

Penantian Zzzzzzz


Aku berdiri di ujung jalan ini, entah sudah berapa abad berlalu
Tas punggung itu masih teronggok setia menemaniku
Meski beberapa kecoa dan sarang laba-laba tlah menghiasinya
Kereta itu tak jua datang, loncengnya pun belumlah terdengar

Aku masih berdiri
Entah hingga berapa abad lagi
Aku masih menanti kereta itu datang
Kereta Harapan yang akan membawaku ke desa-desa impian

Aku ...
Masih ...
Berdiri ...
zzzzzzzzzz


========
Foto by Edy Hamzah
Lokasi: Candi Kama IV, Gunung Gajahmungkur Penanggungan, Ngoro Mojokerto
FB, 27 September 2012

Taqobalallahu Minna wa Minkum, Minal 'Aidin wal Faidzin



Beberapa puluh tahun lalu ...
Lebaran adalah blusukan ke Simo, Pandegiling, Pucang hingga Kamal!
Namun, lebaran kadang-kadang juga berarti blusukan di Kedung Klinter, Kedung Anyar, Simo Gunung, Tanjungsari, Jemursari, Wonokitri, Pasar Turi bahkan Sedati, Widang atau Madiun
Makam Simo Kalangan, Makam Ngagel ... dan kini Makam Manukan Lor dan Makam Babat Jerawat
Lebaran adalah bersilaturahmi dengan sanak kerabat dan handai tolan, tak peduli apapun agamanya dan berapapun usianya, baik yang masih hidup maupun yang sudah tiada ...


Beberapa puluh tahun lalu ...
Lebaran adalah setoples emping mlinjo khusus untukku dari eyang di Kamal, cucu yang lain tak boleh mendahuluiku
Lebaran juga adalah orson panas, kastengel, sus kering, biskuit kaleng, lontong cap gomeh, ketupat opor ayam, kue apem atau permen hoptjes, madumongso serta kripik opak
Lebaran juga berarti keliling kampung, senyum, bersalaman (kadang-kadang ditambah cipika-cipiki), comot sana-sini di meja demi beberapa receh atau uang kertas


Beberapa puluh tahun lalu ...
Sebelum Lebaran berarti blusukan dari pasar ke pasar, Pasar Asem, Pasar Turi, Pasar Blauran, Pasar Keputran, Pasar Wonokromo dan tentu saja Pasar Manukan.
Sebelum lebaran juga berarti bangun pagi, memakai pakaian baru, sarapan lontong dan sesuatu: bisa opor, rawon, soto atau Kupang ... bahkan Lontong Cap Cay ...
Selepas Sholat Ied, lebaran adalah antusiasme bersalaman mohon maaf lahir batin dengan Papa, Mama dan adik-adik ... salaman dan cium tangan saja, meski tanpa sungkem dan jarang cipika-cipiki


Setiap hari sesungguhnya kita bisa salaman untuk silaturahmi atau mohon maaf
Setiap hari sesungguhnya kita bisa juga menikmati perjalanan dan makanan seperti pada lebaran
Namun, tak setiap hari kita mengingat, memikirkan dan melakukannya


Dari hati yang paling dalam ...
Taqobalallahu Minna wa Minkum, Minal 'Aidin wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu diberi hidayah oleh-Nya

Amin 

Upload di FB 18 Agustus 2012

Ketupat Brutal Episode Lebaran


Biasanya ketika lebaran tiba begitu banyak makanan tersedia sampai kita bingung mau makan apa, tapi itu kalau kita berada di rumah saudara atau sanak kerabat. Justru kadang-kadang kita malah berada di posisi tanpa pilihan untuk urusan memanjakan perut, jadi anda harus cukup brutal untuk mengakalinya, seperti contoh berikut:

Bahan Yang Tersedia:

Ketupat (3 Buah, Potong Dadu)
Teri Medan (Segenggam)
Mie Instan Goreng (1 Bungkus)
Bumbu Nasi Goreng Instan(1 Sendok Makan)
Margarine (1,5 Sendok Makan)
Kecap (Sesuai Selera)
Telor Ayam (1 Butir)


Langkah 1.a:
Rebus Mie Instan

Langkah 1.b:
Tumis Teri medan, Bumbu Nasi Goreng dan Telur Ayam
Tambahkan Bumbu mie instan ... orak-arik ...

Langkah 2:
Masukkan Mie Instan yang sudah di rebus, tiriskan dulu airnya
orak-arik biar bumbunya meresap
masukkan semua ketupat yang sudah dipotong dadu
aduk-aduk ditumis ... tambahkan kecap

Hidangkan panas-panas ...
Taburi remahan kastengel atau kacang bawang jika suka ...


Cukup untuk 3-5 Orang.

Tips Tambahan:
Jangan dilakukan kalau masih ada yang lain:-p

====================
Kenangan Aplotan di Multiply 2 Oktober 2008,
Multiply akan segera menutup fasilitas BLOG, PHOTO, MUSIC, VIDEO, LINK dsb

Gibran on Self-Knowledge



“Your hearts know in silence the secrets of the days and the nights.
But your ears thirst for the sound of your heart's knowledge.
You would know in words that which you have always known in thought.
You would touch with your fingers the naked body of your dreams.

And it is well that you should.
The hidden well-spring of your soul must needs rise and run murmuring to the sea;
and the treasure of your infinite depths would be revealed to your eyes.
But let there be no scales to weigh your unknown treasure;
And seek not the depths of your knowledge with staff or sounding line.
For self is a sea boundless and measureless.”


Diam-diam dalam keheningan, hatimu sudah tahu, segala rahasia hari dan malam
Namun telingamu masih rindu, mendengar pengetahuan batin bersuara
Kau dambakan bentuk kata-kata untuk makna yang selama ini kau fahami dalam rasa
Kau ingin meraba dengan sentuhan pancaindra, wujud tridimensi dunia mimpi

Dan seyogyanyalah demikian keinginanmu
Sumber tersembunyi dari percikan jiwamu, harus menyembul dan mengalir ke muara, gemercik menuju arah samudra;
sehingga harta terpendam, di alas tanpa batas jiwamu terbuka nyata di hadapan penglihatanmu
Namun janganlah harta rahasia itu kautimbang dengan timbangan; 
dan jangan kauduga dengan galah atau kau ukur dengan pita ukuran
Sebab diri pribadi adalah samudra tanpa batas

------------------------------------
  • Kahlil Gibran, The Prophet "on Self-Knowledge" (New York Alfred A. Knopf, thirty-second printing, December 1993: 49); 
  • Kahlil Gibran, Sang Nabi. Diterjemahkan oleh Sri Kusdyantinah (Pustaka Jaya, Cetakan Kesebelas 1994: 75-76)
  • Telinga diperankan model :-p

diupload di FB, 30 Juli 2012

Gunungkidul: Ikan lautpun menari di bawah lenganmu *



Cepat, cepat kau buka sepatumu
Lekas, lekas kau buka bajumu
Cepat, cepat larilah padaku
Mari, mari berenang denganku


Lihat, lihat perahu layar laju
Burung-burung putih terbang jauh
Buih laut seindah bunga melati
Bagai tempat mandi bidadari


Gelombang beriring
Angin laut membelai seakan merayu
Gemercik dan bening
Ikan lautpun menari di bawah lenganmu


Hari-hari seindah lukisan
Bagai pohon bertunas impian
Jangan, janganlah kita lepaskan
Buruk kenangan dalam tulisan


Cepat, cepat larilah padaku
Mari, marilah kita bercumbu
Telah lama kurindukan selalu
Bermesraan dalam laut biru


Janganlah kau ragu
Menyelamlah lalu berpelukan denganku
Tiada yg tahu
Ikan lautpun pasti lari karena malu

===========================

*Ikan lautpun menari di bawah lenganku, lagu yang pada 70an dipopulerkan pertama kali oleh almarhum Farid Bani Adam (Farid Harja), kemudian dipopulerkan kembali oleh GIGI dan Penyanyi Jalanan di awal 2000an

Foto 1: Pantai Sepanjang
Foto 2: Pantai Jogan
Foto 3: Pantai Nglambor
Foto 4: Pantai Pok Tunggal
Foto 5: Pantai Pulang Syawal (Indrayanti)
Foto 6: Pantai Siung

hanya sebagian kecil pantai indah yang ada di kecamatan Tepus dan Tanjungsari, masih ada Timang, Ngitun, Drini, Krakal, Kukup, Baron, Sundak, Wediombo, Ngrenehan, Ngobaran, Gesing, dan banyak lagi  ...

Jadi ... Ayo ke GUNUNGKIDUL !

diupload di FB, 4 Juli 2012

Menulis Purnama


I
Ketika aku kecil, Purnama adalah seragam yang kukenakan ke sekolah, sejak putih merah, putih biru bahkan sampai putih abu-abu. Biasanya orangtuaku membelinya di Blauran atau Pasar Turi. Purnama buatku bukanlah ia yang ada di dekat Pasar Keputran, karena Tanjung, Rukun Mulyo, Garuda, Irama lebih akrab buatku. Apalagi Purnama yang itu lebih suka pada Amitabh Bachchan daripada Barry Prima, itu juga mengapa aku tak pernah mendatangi Cantik di Banyu Urip. Tapi Purnama dekat Keputran itu, kini jadi salah satu lokasi favorit buat mbadog… katanya sih.

II
Ketika diriku akil baliq, Purnama adalah seorang tokoh di kotaku. Ia duduk di depanku, bersama sekitar seratus ribu pasang mata yang menyaksikan diriku meneriakkan Bongkar dan Cinta, serta tentu saja Dirimu. Sedikit sombong kukatakan, peneriak aslinya pun bahkan belum sempat ditonton sebanyak itu. Aku lebih dulu dong, tapi tentu saja begitu karena aku hanyalah pengisi waktu sebelum “Da’i sejuta umat” berorasi. Duh, dan apalagi malam itu ayahku kecopetan di pintu keluar stadion.

III
Purnama di Jogja Utara adalah ketika aku mengajak Alin dan Zora memandang langit dan menghitung bintang, pada beberapa malam lampau. Biasanya aku duduk di kursi bertali plastik, satu-satunya kursi di teras rumah yang kami punya, sementara Alin atau Zora kadang duduk di pangkuanku atau mengambil kursi plastik yang mereka punya sendiri. Dimana Purnama? Tentu saja Purnama hadir menerangi kami yang sedang asyik mendongak berjamaah memandang langit.

IV
Purnama malam ini membuatku menggigil
Mulutku beberapa kali gemetar enggan terkatup
Menyeruak benderang, aku tak ingin menjadi srigala
Pelukan siapakah yang akan menghangatkan tubuhku?
Bibir siapakah yang mampu mengatupkan gemetar bibirku?
Baju siapakah yang bisa aku cabik, leher siapakah yang tersedia untuk aku pagut?
Siapakah? Siapakah? Oh Siapakah?
Purnama oh Purnama …
Engkaukah itu?

(Kubiarkan kemudian Pink Floyd, mengalun menemaniku menggigil ... All that you touch ... All that you see ... All that you taste ... All you feel ... All that you love ... All that you hate ...)


Jogja Utara, Malam Purnama
5 Juni 2012
THERE IS NO DARK SIDE ON THE MOON REALLY!

Sajak(e) Rindu*



Deru angin menasbihkan sunyi dalam tafakur rerumputan
Bayang-bayang bulan menjaring senandung langit
menyempurnakan khusyuk kerinduan


Namamu bersayap mengitari relung malam
mengurai sinar bulan 
pada kabut dan dedaunan yang rebah


Kita saling menyapa dalam jarak
menerawang wajah pada ribuan kata dan bentangan sunyi
Tawa dan airmata menjadi rindu
yang tak henti mengukir batu-batu dan menguntai bunga-bunga


Kaukah yang berdiri di ufuk dengan dada berpelangi?
berkirim kobaran angin pada helaian rambut 
yang terus tumbuh menghutan di kepalaku
Berkirim senandung hujan 
yang terus berjatuhan dan menyungai kata-kata dalam puisi


Pada setiap celah waktu
Pada setiap musim dimatamu
Pada beragam kisah yang mengalir 
sepanjang matahari dan bulan mengembun
sementara tabir langit membiru dingin 
membentang di keluasan malam

----------------------------
*Sajak Rindu 2
ciptaan: Anggie SW & Mukti-Mukti

diupload di FB oleh Tranz Cuk Riomandha pada 19 Mei 2012 pukul 17:55

Sabtu, 28 Juli 2012

Mengingat Sang Kudus



Malam bersimpuh purnama
Kalam meluruh sempurna
Menunduk diri aku berkaca
Meringkuk hati aku percaya


Pada senyum-Mu, 
di sepertiga malam
aku bertahmid: Ù„حمد لله


*mengingat Masjid Menara Kudus, 20 April 2012

Foto & Teks: by Cuk Riomandha
Turi Sleman, 27 April 2012

Setangkai Daun Bodhi



Kudengar Adzan dari balik Vihara
Kucium aroma wangi dupa, di antara senyum sahabat

Kuingat wajah perempuanku di rumah
Kan kuselipkan setangkai daun bodhi, di sudut kerling kerudungmu


*Text & Foto by Cuk Riomandha
Sendangcoyo Lasem & Turi Sleman
21 April & 27 April 2012

------------------------------------------------
Pohon bodhi (Ficus religiosa L., suku ara-araan atau Moraceae) adalah pohon yang dikenal dalam agama Buddha sebagai tempat Sang Buddha Gautama bersemedi dan memperoleh pencerahan. Pohon ini dipandang suci oleh penganut agama Hindu, Buddha, dan Jainisme. (wikipedia)

Kawan Sam, situne memang Organik Sekali!


Saya mengetahui dan kemudian (terpaksa) berkenalan dengan Samuel Indratma kira-kira adalah antara 2000-2005 (saya lupa tepatnya kapan). Saat itu ia masih bergerilya dengan Apotik Komik-nya, saya bahkan sempat mengoleksi beberapa edisi-nya (duh nang endi saiki, yo?). Saya bertemu dengan beliau-nya di Nandan, markasnya Primanto Nugroho, tempat saya juga mencari sesuap nasi saat itu. Sebelum itu, nama Ade Tanesia justru lebih popular di tempat saya nongkrong di UGM. Antropolog-wati yang akhirnya terjebak menjadi pasangan hidup Samuel Indratma. Guyonan Kabudayan Lor dan Kidul untuk menyebut gerombolan UGM dan ISI sering muncul saat itu, “Kawan Sam” (demikian saya suka menyebutnya) dan Agung Leak seingat saya adalah orang yang sering mempopulerkannya untuk sekedar mengolok-olok orang seperti Kirik Ertanto, Primanto Nugroho dan (mungkin, tentu saja) Ikun SK serta Kris Budiman.

Selepas itu, saya hijrah bekerja di luar Jogjakarta (2006-2009), Samuel Indratma pun tinggal sejarah dalam ingatan saya. Hingga kemudian teman saya di dunia maya (multiply) si “Kura-kura Biru” tiba-tiba mampir ke rumah saya di Jogja Utara. Ia menyebut bahwa ketika di Jogja ia tinggal di rumah Samuel Indratma. Ia pun kemudian bercerita tentang kiprah Kawan Sam dengan “orkes moral”-nya memuralkan masyarakat dan memasyarakatkan mural. Saya akhirnya tahu siapa orang dibalik gambar-gambar yang selalu saya nikmati dalam temaram senja ketika kereta yang membawa saya pulang, melewati Stasiun Lempuyangan hingga kemudian Tugu!

Saya mulai menyadari betapa mintilihir-nya Kawan Sam buat Jogjakarta, sejak itu. Ditegaskan kemudian menjelang akhir 2009, selepas saya mulai kenal dengan Putu Sutawijaya (yang kemudian tergendam dengan BOL BRUTU). Sebagai salah satu “orang penting” di Bienalle Jogja Sepuluh, ia merespon dengan santai beberapa gugatan. Gayanya tak berubah, sama seperti ketika pertama saya ketemu di Nandan: santai, intonasi ceria, tapi sanggup “menggok” ha ha ha. Saya kira Kawan Sam memang berpotensi menjadi orang yang “berbahaya”, semacam ideolog. Ini dibuktikannya dengan kiprahnya di FMI bersama Encik Krishna dan kawan-kawan dengan “kampanye” melalui Facebook. Apalagi setelah ia potong rambut, bersama FMI ia sanggup membuat “Kabudayan Mletho-SeloAdiluhung” dan menggilas “Kabudayan Jogja Lor” yang terlalu sibuk dengan urusan mageri kampus. Saya kira menjelang 2014 saingan FMI tinggal FPI dan BOL BRUTU, ha ha ha ha.

Saya memang kehilangan pembukaan pameran “Andap Asooy”, yang artinya saya kehilangan keceriaan dan kehangatan nan pliket dari para sahabat FMI dan (tentu saja) BOL BRUTU. Sehari kemudian, menjelang Azan Maghrib saya akhirnya bisa berziarah ke Sangkring Art Project, untuk wisikyang saya dapatkan secara syahdu dalam kesendirian di antara karya Kawan Sam. Kecurigaan saya soal betapa Ideolog-nya dia belum terbantahkan. Kawan Sam begitu menguasai soal “place dan space” untuk memajang karya. Kehangatan rumah tanpa atap dengan semua pintu terbuka, sepasang kursi panjang di “halaman belakang” seolah ingin menujukkan urusan keterbukaan serta dialog kepada liyan. Wajah-wajah yang terpajang di seantero ruang, seolah mengajari kita soal kehidupan sehari-hari. Kotak-kotak setengah terbuka berisi wajah-wajah dan berbagai “alat kehidupan” pun demikian. Seolah berkisah soal tips bagaimana kita bertemu dan merespon berbagai wajah yang kita temui sehari-hari. Kalaupun ada yang menggangu buat saya adalah foto-foto yang berisi karya yang diletakkan selepas tangga, toh itu juga manusiawi dan lumrah adanya.

“Disinyalir cara berpikir saya itu seperti puzzle. Kadang nggak genap. Pangkal di mana dan ujung di mana itu saya abaikan,” demikian ujar Kawan Sam. Saya kira ini hanya sekedar eufimisme saja, karena hasil wisik dari ziarah yang saya lakukan membisikkan kalau Samuel Indratma adalah orang yang sangat berbahaya, ideolog yang selo!

Kawan Sam, situne memang Organik Sekali! …. Tabik !
Salam sungkem … Andap Asooy

Jogja Utara, 18 April 2012

Foto & Teks:
Cuk Riomandha
(Bukan Pengamat Seni)

Hai ... Senja yang basah



Hujan deras mengguyur buku-buku hatiku
Siapakah yang menyelinap pergi
dan membawa pelangi dalam keranjang?

Kumandang Adzan Ashar memastikan datangnya senja
yang sedari tadi telah mengendap-endap
dan diam-diam melipat mentari di balik cakrawala

Hai Senja yang basah, kita bersua lagi!

Jogja Utara, 030412
Foto & Text: Cuk Riomandha

INI URUSAN LINGGA YONI*


Mesti jawab apa
Jika anak kecil bertanya
"Bagaimana caranya manusia lahir di dunia?"


Sampai saat ini
Ayah-ibu selalu dusta
Jawabannya tak jujur membuat anaknya penasaran


Jawablah dengan bestari
"Orang bunting bukan cacingan."
Katakan bahwa yang bunting
"Sebab Tuhan yang kuasa."


Kalau toh tak puas
Jawablah dengan contoh soal
Bilang saja begini, "Ini urusan lingga-yoni."


===============
*Yapi Panda Abdiel Tambayong (Japi Tambajong) atau lebih dikenal dengan nama pena Remy Sylado lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945.
"Lingga dan Yoni," oleh Remy Sylado, 1983 diambil dari:

Buku yang dirilis 2010 ini berisi lima naskah drama yang menantang pemahaman kita mengenai moral dan nilai-nilai. Dengan cerdas dan kocak, Remy mengaduk-aduk masalah seksualitas sampai etika kekuasaan; dari soal sejarah bahasa Indonesia sampai makna kemerdekaan. Buku ini juga dilengkapi empat keping CD berisi 64 lagu karya asli Remy Sylado. (sinopsis oleh penerbit KPG)

Foto 1, Penampungan BCB Turi, Sleman - Alin & Zora
Foto 2, Candi Ijo - Pande Ketut Taman

diunggah di fesbuk oleh Cuk Riomandha pada 3 April 2012

Selamat Tidur, sayangku!



Merecap sepi 
Menyayat perih

Kau seka airmatamu, di kaki kananku ...
Aku simpan airmataku, pada tiap helai rambutmu ...

Malam sedang merindukan gerimis,
seperti pemulung merindukan nyenyak ...

Selamat Tidur, sayangku ...

Jogja Utara, 250312

*Ilustrasi: Kalinda Almaxaviera
diunggah di fesbuk oleh Cuk Riomandha pada 25 Maret 2012

Kisah Cinta dalam Sepiring Rawon


Sejuta Kabut turun semalam
mengetuk-ngetuk jendela kamarku
meratap melolong lalu menjauh
(Abah Iwan)

Gerimis datang semalaman, tapi kami melewatkan malam demi pagi
beberapa hari lalu aku dan istri sudah berjanji untuk berkencan
susur sungai oya berdua mencoba belajar mengayuh biduk
Alin dan Zora juga tlah setuju untuk membiarkan kami berduaan
Cinta itu tak terlampau rumit

Hei dik, Sepasang wangwung di lubang kunci
Hei dik, Getar sayapnya ke hatiku
(Leo Kristi)

Sarapan telah tandas pagi tadi dan kami bersiap karenanya
Salam cium serta senyum dari Alin dan Zora menyempurnakan pagi kami
Gunungkidul telah menanti kencan kami berdua dengan antusias
Aku melajukan kereta besi dari Jogja Utara menuju Selatan
Sebuah perjalanan Cinta

Aku hanya ingin mencintaimu
seperti kisah syair kecil
mendekap nyanyian jiwa
(Mukti-Mukti)

Hujan turun sejak Wonocatur, kami berjubah, antusias tetap hadir
Pada satu belokan sebelum belik Patuk kami tergelincir
ketika akan mencoba melewati bis dari sisi kiri, pasir menghadang
Roda belakang bis bergeram melintasi persis di tepi tempat kami rebah
kami saling mencari, sama-sama takut kehilangan ... 
kami berdua menggemakan Cinta melalui istighfar dan tahmid

Aku tidak tidur, Manis
hanya merapatkan mata
pada bantal kamar yang gelap
(Ary Juliyant)

Orang baik ada dimana-mana, kami di Puskesmas Patuk sejenak kemudian
Aku berbaring di "Ruang Super Pell", pasir bercampur kulit dibersihkan
Tiga jahitan menutup luka yang sedikit menganga di lutut
Istriku hanya lecet seukuran koin di lututnya, Alhamdulillah ...
Pada darah-darah itu mengalir Cinta

Kasihku jika dari awan yang kelabu
titik hujan membawa melodi
akulah milikmu
(Syech Abidin, Artur Kaunang, Sonatha Tanjung)

Jejak darahku baru saja dibersihkan di lantai
Kami memutuskan menuju Jogja Utara, aku masih bisa di depan
Dua Mawar dan Jeruk Limau masih sempat kami beli di Jakal
Biarlah kami cari telinga motor kami lain hari ...
Rumah: kami kemudian bercumbu dengan "Cinta dalam Sepiring Rawon"

Cinta kamipun berlanjut ... 
Perjalanan akan dimulai lagi dari rumah
Terminal Cinta kami ...
Terimakasih, Tuhan atas hari ini ...

Jogja Utara, 1 Saka 1934

diunggah di fesbuk oleh Cuk Riomandha pada 23 Maret 2012