Kamis, 09 Juni 2011

Mblusuk Ngejazz, Ora Mblusuk Yo Ngejazz

yoni dan lingga berbaju biru
Akhir pekan bersama pak Bambang di Jogja selatan, dimulai ketika kami mampir layat ke Kemetiran, sayang kami terlambat, namun kami masih diberi kesempatan untuk mengucap belasungkawa langsung kepada mas Landung, malah bonus nunut pipis barang. Perjalanan ke Selatan lalu dimulai dengan nyasar ke Bong Sempu untuk mencari Yoni, disana ada makam keramat yaitu makam tabib dan istrinya yang sering di ziarahi pada malam-malam khusus. Aku malah lupa memotretnya, karena kami terlalu antusias untuk segera menuju ke Rogocolo, lokasi dimana Kapitan Tan Djin Sing dimakamkan, beliau dikenal juga sebagai KRT Secodiningrat. Yoni itu berada di depan pintu makam Secodiningrat ini.

celeng
Selepas ke makam kami kemudian menuju ke Sembungan! Setelah tertunda karena kesibukan ngejazzbersama Merapi, akhirnya selepas tahun berganti Ngayogjazz (di)hadir(kan) kembali di Jogja Selatan: Bantul! Masih dengan konsep Jazz masuk kampung, Jazz yang mengajak seluruh pihak berinteraksi langsung dengan suasana kampung. Kali ini acara dilakukan di Pelataran Djoko Pekik Sembungan Kasihan Bantul, dekat dengan Makam Cina Gunung Sempu yang cukup legendaris itu.

peta ngejazz
Acara yang di pimpin Pangageng Hangabehi Ki Djaduk Ferianto ini, mencatat sekian nama asyik yang tampil: Simak Dialog, CHASEIRO, Gugun Blues Shelter, Syaharani & ESQI:EF, Glen Fredly, Tohpati Bertiga, Iga Mawarni, Sujud Kendang, Muci Choir, Komunitas Jazz Ngisor Ringin Semarang, Komunitas Jazz mBen Senen Jogja dan banyak lagi. Yang paling membuat asyik dan membedakan dengan pertunjukan Jazz di tempat lain adalah, pertunjukan ini selalu GRATIS! Yang lebih asyik juga adalah tak ada batas jelas antara artis, penonton, panitia maupun sekuriti semua berinteraksi dalam ruang yang sama. Jalan menuju panggung dari lokasi transit juga melewati kerumunan penonton, tak ada histeris yang berlebihan kecuali atas penampilan mereka dipanggung.

gugun blues shelter
Aku tiba di lokasi dengan disambut penampilan Gugun Blues Shelter, mereka menampilkan blues dengan sempurna. Rasanya mereka mengingatkan kembali padaku bahwa ada musik blues yang dahsyat. Grup yang digawangi oleh Muhammad Gunawan (Gugun), John Armstrong (Jono) dan Adityo Wibowo (Bowie) ini cukup eksis di pentas-pentas mancanegara, tak salah jika mereka sangat ditunggu oleh para penonton dari generasi masa kini, dan juga generasi pecinta blues lintas generasi. Sambil memainkan jeprat-jepret kesana kemari, aku membiarkan diriku digedor-gedor permainan mereka di dekat speakerbyuh ...

jazz soringin
Menjelang maghrib di "panggung tambur", dibawah rerimbunan pohon bambu, aku menemukan diri berada dalam harmoni suara alam yang asyik. Suara sungai, suara senja dan Muci Choir, menyanyikan Java Coffe dari Manhattan Transfer dengan merdu sekali. Selain itu, kelompok yang juga memiliki satu anggota yang belum akil baliq (masih anak-anak) ini, juga dengan ciamik mendendangkan Lesung Jumengglung karya dari Ki Narto Sabdo, luar biasa!

bang rojali dan roh brewok (courtesy of Singo)
Selepas berhujan-hujan dan mengisi perut, aku melewatkan Tohpati dan Simak Dialog untuk ikutan kongkow bersama CHASEIRO, tujuan utamaku datang di Ngayogjazz kali ini. Seperti yang tadi aku utarakan, hampir tak ada sekat, siapa saja bisa berbincang dengan setara. Bersama gempita tawa penonton dan suara unik Sujud Kendang, CHASEIRO seolah disambut ketika menuju panggung. Akupun harus meminta maaf kepada Iga Mawarni karena harus melewatkan penampilannya di panggung lain, demi CHASEIRO! dan kemudian: "bersatulah semua seperti dahulu ... " Nostalgia pun dinikmati oleh mereka yang lahir ditahun 70an.

Chaseiro
Semakin malam, semakin becek meski hujan tlah berhenti namun penonton terus mengalir untuk datang, ya masih ada Glen Fredly dan Syaharani & ESQI:EF giliran mengharu biru penonton muda. Ditengah aliran penonton yang terus mengalir, malam yang hendak habis serta gerimis aku malah kemudian merasa berdosa karena menggobar-gabur pak Bambang, maaf pak aku bukan "teman kencan" yang baik, sudah ditinggal-tinggal, diajak hujan-hujan, disuruh motretke, duh ... ampun pak! Jangan kapok buat pergi sama aku lagi lho!

Malam mulai pergi ketika keriuhan jazz usai diganti keriuhan mencari kendaraan untuk menuju jalan pulang. Semua pulang membawa aneka warna kenangan: Mangan ora Mangan Ngejazz! Setelah semalam, jejak tak juga hilang dari hati masih tersisa suaraku yang serak karena ikutan berdendang ... Jogjajazz Istimewa!

-- Jogja Utara, 16 Januari 2010 --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar