Jumat, 24 Juni 2011

Menikmati Sejuknya Perjalanan Tanpa Kebimbangan di Lembang

Catatan Sahabat Sang Alam (picture courtesy of mapala ui)
Awal Agustus lalu (5-9 Agustus 2010), aku mendapat tugas "dines luar kota" ke Lembang, tentu saja semua tugas perjalanan selalu menjadi exciting buatku. Lodaya membawaku dari Jogja menuju Bandung, dan selama perjalanan Norman Edwin menemaniku. Catatan perjalanan yang sudah dibukukan itu, memaksaku melupakan pemandangan di luar jendela kereta. Satu quotes selalu kuingat: ORANG YANG TAK PUNYA KESALAHAN ADALAH ORANG YANG TAK BERBUAT APA-APA. Perjalanan arkeolog beliau di Kampung Baduy dan Lereng Penanggungan sangatlah membuat cemburu.

Strawberry Fields Forever
Aku-pun kemudian berada di Lembang, sebuah kecamatan di Bandung Barat, tepatnya berada di wilayah administratif Desa Jayagiri, sebuah desa yang lebih dingin dari Turi rumahku. Lembang sendiri adalah bagian dari danau bandung purba. Istriku menyusul esoknya, dan kamipun serasa seperti muda kembali ... ciyeeee di sela-sela waktu dimana aku harus bekerja dan ia harus menyiapkan ujian, kami memaksa untuk singgah sesaat di Tangkuban Prahu yang sedang ramai manusia ... seperti dawet/tembakau saking ramenya, dan tentu juga berpose di Stroberi Pield Poreper pokokna!

KUBCA SAMAKTA
Perjalanan dines kali ini adalah, aku bersama sahabat baru Kuriake Kharismawan, sedang mengadakan workshop bersama KUBCA SAMAKTA, kelompok komunitas tuna rungu di Lembang yang memiliki berbagai kekayaan ketrampilan yang bisa dibagikan ke siapa saja. Mereka bahkan baru saja membuat acara fashion show (http://hanifahnafiatin.wordpress.com/2010/08/06/fashion-show-ala-kubca). Dan akupun bermalam di lantai 3 guest house yang dikelola oleh KUBCA SAMAKTA, dengan pemandangan indah dari Gunung Burangrang sarapan dan makan malam terbaik ku peroleh disini.

Kuliner pagi di Lembang
Kegiatan pagi selalu kuisi dengan berjalan kaki dan menghela napas sekitar pusat kecamatan lembang yang ada di desa jayagiri, dan lokasi transit favoritku adalah menikmati Ketan Bakar dan Bajigur atau Bandrek Susu ... sangat moii dinikmati di pagi hari. Tentu saja nasi goreng komplit khas KUBCA SAMAKTA tetap kuhabiskan selepas jalan pagi ...

Junghuhn
Nah, perjalanan mencuri waktu untuk blusukan juga kulakukan juga di Lembang. Cagar Alam Junghuhn yang ada di Lereng Jayagiri aku datangi dengan jalan kaki sekitar 3km PP di pagi hari. Gerbang selalu terkunci, dan selalu ada jalan lain untuk memasukinya. Akupun memasuki melalui jalan kampung, dan kompleks ini sehari hari menjadi perlintasan bagi mereka yang sedang lari pagi atau berangkat kerja atau menuju sekolah. Tugu Junghuhn terlihat asri dengan tetumbuhannya, namun makam Junghuhn yang ada di belakangnya di bawah haur koneng tampak miris tanpa prasasti.

Si Jalak Harupat
Nah makam keramat dan arca megalitik kampung batuloceng sesungguhnya yang menarik perhatianku. Dengan motor pinjaman, akupun menyempatkan menghabiskan jalan aspal arah maribaya menuju cibodas. Kampung batuloceng ada diujung aspal, bukit tunggul, namun sayang beribu sayang pak Maman, kuncen batuloceng tak berada ditempat ... akupun urung melakukan ziarah visual ke makam dan arca batuloceng. Nah selain macet yang menjadi keseharian Bandung dan sekitarnya, selama perjalanan menuju batuloceng akupun harus "menikmati" kualitas aspal yang buruk untuk ukuran kota dengan ITB, UNPAR, UNPAD dll yang telah mencetak banyak teknokrat, ironis memang. Tak berhasil ziarah visual di batuloceng sempat juga hampir terjadi lagi ketika aku mengunjungi monumen pasir lembang, tempat si Jalak Harupat beristirahat. Namun akupun nekat untuk memanjat pinggir bukit, untuk masuk ke dalam kompleks makam dari Oto Iskandar Dinata ini.

Smile with KUBCA SAMAKTA !
Senyum kawan-kawan di KUBCA SAMAKTA dan suasana Lembang ... pasti akan membuat aku sering mendendangkan "Melati dari Jayagiri" (Iwan Abdulrachman) dan berharap akan kembali lagi kesana pada kesempatan yang berbeda ...

Sampai ketemu pada perjalanan berikutnya !

oleh Cuk Riomandha pada 13 Agustus 2010

Melati dari Jayagiri*

Siluet Pagi, Puncak Jayagiri Lembang

Melati dari Jayagiri
Kuterawang keindahan kenangan
Hari-hari lalu di mataku
Tatapan yang lembut dan penuh kasih ... 


blur dinner

Kuingat di malam itu 
Kau beri daku senyum kedamaian 
Hati yang teduh dalam dekapan 
Dan kubiarkan kau kecup bibirku 

KUBCA SAMAKTA Guest House

Mentari kelak kan tenggelam 
Gelap kan datang dingin mencekam 
Harapanku bintang kan terang 
Memberi sinar dalam hatiku 

pagi dengan latar Burangrang

Kuingat di malam itu 
Kau beri daku senyum kedamaian 
Mungkinkah akan tinggal kenangan 
Jawabnya tertiup di angin lalu

========================================
*Ciptaan Abah Iwan Abdulrahman, dipopulerkan oleh BIMBO


Bandrek, Bajigur, Colenak dan Ketan Bakar

teringat lagu ini saat bersama istri pada akhir pekan menjelang ramadhan 1431 H
di Desa Jayagiri, Lembang Kabupaten Bandung ...



oleh Cuk Riomandha pada 09 Agustus 2010



Bol Brutu Nongkrong di Barong !

You'll Never Walk Alone

"Bol Brutu Nongkrong di Barong", acara ini digagas sejak sekitar hampir sebulan dengan lokasi yang mudah dilalui, meski tetap adalah situs marjinal. Ahad pagi 1 Agustus 2010, agenda itu di eksekusi dengan Candi Barong sebagai lokasi rendezvous. Selepas sessi pemotretan bersama zora menyambut musim baru, akupun segera meluncur untuk standby di situs candi baru: gapura batas propinsi di prambanan. Beberapa orang menyatakan WO dengan berbagai alasan dan situasinya.

Bol Brutu di Barong = ABSURD !

Peserta pertama yang hadir sesungguhnya adalah mas Bambang Suseno, yang sejak sekitar jam 7 sudah berada di candi Barong, dengan sepeda beliau mengayuh dari Pogung Lor, byuh. Sesaat KB datang di batas kota, Salim dan Salim Boy hadir, setelahnya Niko hadir tetap dengan membawa tubuh kerempengnya, lalu Bli Putu Liong tampak hadir seperti preman dengan Thunder-nya hi hi hi kemudian hadir pula Erson Padapiran Dwarapala baru kita ... setelah pasangan baru yang sedang jadi Big Gossip: Janda Mao Ayu Kumala dan Panjul datang, serta Ki Mahatma menyusul dengan kaki seksinya itu, kami segera bergerak menuju Candi Barong. Senyampang kemudian tingkah absurd the Brutuist tampak terlihat ketika menikmati Candi Barong dan Situs Dawangsari.

Pura Dharma Shanti

Setelah puas pethakilan di Candi Barong dan Situs Dawangsari, kamipun bergerak menuju Situs Arca Ganesha. Nah sebelum bergerak, Marwan sekeluarga menyusul ke Barong pake mobil, ia memilih jalan dengan trekking dari Candi Banyunibo. Sejenak di Arca Ganesha, kami meluncur ke SD Sumberwatu. Pura Dharma Santi adalah tujuan kami. Pura ini menyimpan 7 Lingga, 2 sebagai gapura pintu masuk, dan 5 mengelilingi pusat pura-nya. Tampak kode BP3 hadir di salah satu lingga. Di pura ini, bunga pagoda terlihat mekar dengan indah.

di Situs Candi Sumberwatu

Setelah menikmati sejenak lomba menggiring bola dengan terong di SD Sumberwatu, saya berjalan ke utara (?) sekitar 20 meter untuk menikmati reruntuhan Candi Sumberwatu atau yang disebut Sumur Bandung oleh masyarakat disana. Batu-batu candi tampak bergerombol di bawah pohon, serta juga tersebar dibeberapa tempat. Sempat kunikmati candi prambanan nan megah itu dari lokasi marjinal ini. Oh ya lokasi yang kami datangi hari ini, tidak dianjurkan membawa mobil bagus, selain masuk batas propinsinya sempit karena ada pasar klithikan, desa sumberwatu jalannya aspal prothol ... jadi selain mas Bambang yang nge-pit dan Marwan yang parkir mobil di Banyunibo, kami semua motoran!

Semar Sumberwatu, untuk desa yang menjaga situs ...

Dengan senyum SEMAR yang hadir di gapura desa sumberwatu, kamipun kemudian meninggalkannya untuk menuju situs kembul bujana. Masih sempat menengok umpak yang ada ditepi jalan dekat kuburan di Gatak. Sebelum kemudian berhimpun dan berkumpul di Sendang Ayu. Di situs ini, kembali lagi hadir kawan baru: Dwarapala Wisnu Hermawan, yang sudah jauh-jauh dari madukismo untuk hadir berpeluk ria dengan BOL BRUTU. Ikan Patin, Bawal, Mujair, Gurame (?), Sayur Asam Kacang Panjang, Ternchem, Plecing Kangkung adalah beberapa ubo-rampe sesaji yang kami nikmati. Sekitar jam 14.00 kami membubarkan diri ... ingatkan yo rek ... aku masih membawa 132rb rupiah kas bol brutuist untuk perjalanan kita berikutnya.

Dan dengan 1 potong ikan bawal hoyen sebagai oleh-oleh, akupun menuju jogja utara!
Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya, ingat selalu: NYANDI itu NYANDU !



oleh Cuk Riomandha pada 01 Agustus 2010



Surabaya: perjalanan menengok rumah papa ...

Kubeli bedil sepuluh dua,
di jalan pulang Surabaya
Tidak untuk menembakmu, bung!
(Leo Kristi) 


Setelah bertemu bli Suta Liong yang sedang menuju tanah pajajaran, Sang werkudara datang terlambat untuk membawaku ke Surabaya. Jumat pagi 30 Juli 2010, tiba di Military Ziekenhuis sesaat sebelum Mama menuju ruang bedah, Operasi Katarak ! Sempat juga Putri Aisyiah yang pernah jadi cantrikwati dari KB datang beruluk-salam, maaf put aku bahkan tak sempat menengok ayahmu, semoga lekas sembuh dan segera pulang ya.


Penjara Koblen anno 1930 ... nomer 18

Pesan tlah tersampaikan, ketika Mama selesai operasi, aku pamit untuk pergi menengok "rumah papa". Tentu ada beberapa hal dan persinggahan yang menarik, sepanjang perjalanan menuju dan sepulang dari "rumah papa". Dan atas segala kebaikan dan penuh keikhlasan dari Ijus Narwanto, maka perjalanan ini terjadi. Penjara Koblen adalah persinggahan pertama kami. Bekas penjara itu kini tinggal temboknya saja, sementara di dalam tinggal tanah lapang kosong, serta tempat istirahat derek-derek DLLAJR. Saat aku SMP, jalan koblen adalah salah satu rute yang kulalui dengan sepeda sebagai jalan pulang sekolah.

Lontong Balap Garuda

Di rumah sakit, sempat melihat seorang ibu dengan plastik-plastik yang berisi lontong, sayur kecambah, potongan tahu dan lentho. Akupun akhirnya harus berkata pada Ijus: "Kita harus makan siang di Lontong Balap Garuda!" ... Beberapa warung Lontong Balap dan Es Degan tampak berderet di depan gedung yang dahulu adalah Bioskop Garuda. Bioskop yang biasanya memutar film Rhoma Irama atau film India, aku pernah menonton film "Pengorbanan" dari Rhoma Irama di sini, sementara mama sibuk kulakan di toko Ali tak jauh dari sini.

rumah papa

Setelah kenyang, kami langsung menuju Surabaya Barat, sekitar 15km, menuju "Rumah Papa". Di Pemakaman Umum Babat Jerawat Sememi, aku menengok papa. Makamnya kini tak hanya nisan patok semata. Kini sudah ada nama terukir dalam nisan yang telah di atur oleh PERDA. Ya PERDA telah menyeragamkan semua nisan di semua pemakaman negara yang dikelola oleh dinas pertamanan kota. "Assalamualaikum, pa" semakin banyak teman sekarang disini, tuh bahkan ada anggota yang baru datang. Semoga kau selalu tenang dan nyaman disini, sampai nanti kita ketemu lagi.

Gombloh-Vicky Vendi-Basman

Selepas menengok "rumah papa", kamipun kembali ke arah Karangmenjangan, namun mau mampir menengok Gombloh di Makam Tembok Gede. Jika Paris punya Père Lachaise Cemetery yang menjadi tempat peristirahatan dari Jim Morisson, Pierre Bourdieu dll, maka Surabaya memiliki Makam Islam Tembok Gede, disana beristirahat beberapa tokoh yang mewarnai Surabaya dan Indonesia. Siapa tak kenal lagu "Kebyar-kebyar" yang hampir selalu mengalun di saat Pitulasan, ya Gombloh adalah pencipta dan penyanyi dari lagu yang menggugah itu, seniman yang melanjutkan nyantrik di Arsitektur ITS. Vicky Vendy adalah penyanyi dan pemain saksofon dari Drive One Band yang anak-anaknya kini eksis di "Ceriwis" juga beristirahat di Tembok Gede, sekitar setahun setelah ia menyanyikan lagu "Selamat Jalan Gombloh". Kalau anda orang jawa timur, anda pasti aneh kalau gak kenal Kartolo Cs, kelompok legendaris yang setara dengan Basiyo Dagelan Mataram. Nah tokoh latah dengan tawa "Bwahahaha"-nya dari grup itu: BASEMAN, juga beristirahat disini, nama asilnya ternyata PASMAN.

Gondo Durasim dan Krishna Mustajab

Di Makam Tembok Gede, selain nisan-nisan tua model pesisiran seperti di Gresik, Lamongan, Tuban. Juga ada 2 nisan monumental dari 2 tokoh penting di Surabaya. "Begupon omahe doro, melok nippon tambah soro" adalah bait Kidungan yang membuat Cak Durasim ditahan oleh Jepang. Tokoh yang namanya di abadikan menjadi sebuah gedung kesenian di area (eks) Kraton Surabaya itu, bersitirahat disini. Tokoh yang lain adalah guru senirupa dari mama-ku, Krishna Mustajab seorang seniman legendaris Surabaya yang dahulu menghidupkan kegiatan berkesenian di Surabaya, dengan AKSERA-nya. Buat Agatha, salam hormat buat sang maestro!

cak Edi Daromi (El Pamas) terlihat kurus diapit dua arca dwarapala

Senja mulai menyeruak, ketika kami tiba kembali di RSUD Dr Soetomo. Akupun segera menuju IRNA MATA, tempat mama dirawat. Alhamdulillah operasi berjalan lancar, kalau tak ada halangan paling lama senin mama sudah boleh pulang. Nah, setelah beberapa kali kontak di fesbuk dan kemudian sesore saling SMS-an aku akhirnya bertemu dengan legenda dari malang: EDI DAROMI, yang lagi berada di Surabaya bersama rombongan Iwan Fals. Dari beliau aku dapat konfirmasi yang cukup penting bagi jagat permusikan di Indonesia (ciyeee), ternyata awalnya bukanlah "Elek-elek Pandaan Mas" tapi dari "Elektronik Payung Mas", sebuah toko yang pernah menjadi tempat lahirnya sebuah Grup dangdut dan selanjutnya bermetamorfosa menjadi salah satu Grup Rock Legendaris di Indonesia: EL PAMAS ! suwun cak, kapan-kapan ketemu neh yo! Malam itupun aku juga dapat bonus dengan ketemu raja kuliner surabaya: Antonio Carlos, yang sedang "olahraga" setelah mengkonsumsi ice-cream yang di mix dengan black label ha ha ha.

Jumat yang seru, setelah menggembol nasi goreng dan mie goreng, aku kembali masuk ke rumah sakit melalui pintu kamarmayat. Tiba di kamar (bukan mayat) lalu istirahat, karena Sabtu pagi meluncur kembali ke Jogja. Minggu pagi kita ketemu di batas propinsi prambanan, karena BOL BRUTU nongkrong di BARONG !



oleh Cuk Riomandha pada 31 Juli 2010