PROLOG
Pada suatu pagi, pada sebuah buku pelajaran, Alin mengisi “Kegiatan Keluargaku”: Ayahku bekerja sebagai BOL BRUTU ... Sebelum berangkat kerja, Ayahku menyiapkan kameranya. Tafsir Alin atas “kerja” ayahnya, sesungguhnya menunjukkan tentang kecanduanku atas blusukan, nyandi itu nyandu. Senyatanya BOL BRUTU-lah yang memang membuatku keranjingan untuk melakukan perjalanan, baik bersama para Brutus, bersama Alin dan Zora atau sendiri saja selama dua tahun terakhir. Setiap akan ada perjalanan (dinas), saya selalu menyempatkan untuk mencari informasi terlebih dahulu tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi dan didokumentasikan. Tapi BOL BRUTU itu apa sih?
Tentang GANA dan BOL BRUTU
Logo GANA hadir lebih dulu daripada nama “BOL BRUTU”, logo yang merupakan hasil pertapaan Kris Budiman di Candi Morangan selama beberapa abad. Ini kesaksiannya:
“kalo kita pake logo gana bisa seolah-olah lebih "filosofis", cuk... biar ketok serius. figur gana bisa kita reka-reka sebagai misi gerombolan yg seakan-akan mulia: menopang atau menyokong segala upaya yg berkaitan dgn preservasi atau whatever, entah candi atau bangunan2 dan segala macam peninggalan bersejarah yg lainnya. lagi pula, secara fisik si gana itu lutuna ruar binasa. dia gemuk-bujel, posenya jongkok seakan bengis, badannya kuntet mangkulangit... belum ada simbol lain yg lebih tepat untuk gerombolan kita, keknya, selain si dewa cebol ini.”
Sementara melalui berbagai diskusi ceria yang melibatkan Rafael, Putu Sutawijaya, Davina Anggraini, Mas Ayu Kumala Yulia, Mahatmanto, Kris Budiman dan diriku, maka pada Maret 2010 terpilihlah "BOL BRUTU", kependekan dari geromBOLan pemBuRU baTU.
Mengingat makna sebenarnya dari BOL & BRUTU yang merujuk pada organ pembuangan, serta juga GANA yang kurang popular dibanding Arca Dewa-Dewi lainnya. Secara filosofis “othak-athik gathuk”, pilihan ini sedang berusaha memberi “nilai lebih” dari sesuatu yang selama ini dianggap tidak penting, (mungkin) tabu dan (tentu saja) marjinal.
Jadi kira-kira nama dan logo tersebut adalah dalam rangka kami melakukan aktivitas melihat dan memaknai kembali situs-situs marjinal yang selama ini terlupakan, sesuatu yang sebetulnya sudah lama dimulai oleh Risky, Pey, Agung Leak dan Jean Pascal Elbaz. Juga beberapa kelompok legendaris seperti pasukannya Landung Simatupang, Gati Andoko dan kawan-kawan yang melakukannya sejak Ringroad belum ada, atau rombongan para pertapa antro seperti Danu, Margono, Engel dan sejenisnya.
Tentang GEROMBOLAN
Gerombolan dipilih karena memang sejak awal kita suka bergerombol, ngruntel koyo mbako, untuk melakukan perjalanan bersama. Gerombolan dipilih karena BOL BRUTU bukan institusi resmi yang mempunyai visi dan misi tertentu, selain bahwa kita berbagi keceriaan, kebahagiaan, keindahan di Batu-batu yang kami datangi. Gerombolan ini sifatnya terbuka buat siapa saja, dari golongan apa saja … baik yang memiliki agama maupun yang baru memikirkan untuk akan beragama. Gerombolan ini memilih Media Visual, Teks dan Facebook sebagai alat pemersatu.
BOL BRUTU, semua yang terlibat didalamnya memiliki posisi yang (relatif) setara. Jadi meskipun Mahatmanto adalah seorang yang sangat menguasai soal Space & Place, tapi yang memikirkan untuk membuat denah situs-situs di Prambanan adalah Nikko, seorang lelaki tanggung yang (waktu itu) belum lulus kuliah dan menghabiskan waktu dengan pacaran dan menjadi penjaga warnet. Putu Sutawijaya yang rumahnya magrong-magrong itu bahkan sering (hanya) menjadi sopir dari perjalanan-perjalanan BOL BRUTU.
Kebhinekaan BOL BRUTU ini begitu cair, sehingga kita kadang bisa tenggelam di dalamnya. Tenggelam dalam keceriaan, tenggelam dalam perbedaan, tenggelam dalam kecanduan, tenggelam dalam ke-lebay-an. Untunglah selalu ada penyelam dan perenang yang handal sehingga kita bisa relatif cukup waspada kapan harus slulup kapan harus mecungul. Intinya, keanekaragaman individu itu bisa cukup saling mengisi dan membuat BOL BRUTU tetep cihuy
Tentang CITRA dan IDENTITAS
Mengingat sifatnya sebagai Gerombolan yang cair dengan kebhinekaan individu maka cukup sulit untuk melakukan Identifikasi BOL BRUTU dalam pencitraan seperti yang dibayangkan oleh Eriksen (1993: 117-118) yang mengatakan bahwa identitas dibangun dari seleksi dengan batasan yang bersifat semena-mena, hanya dari satu bentuk budaya yang dianggap sangat penting dan dapat mewakili secara keseluruhan. Melihat hal itu, dapat dilihat bahwa bagaimanapun juga, citra kolektif pun dibentuk oleh sekelompok orang. Citra kolektif tergantung pada subyektifitas. Eriksen juga mengatakan bahwa identitas selalu dibangun berdasarkan legitimasi sebuah bentuk lembaga yang berkepentingan.
Tanpa bermaksud menggugat maksud baik, percobaan yang dilakukan pada akun Twitter BOL BRUTU yang dikelola oleh perorangan. Para pandemen BOL BRUTU ternyata memiliki kesadaran kolektif akan sebuah Identitas ke-BOL BRUTU-an dan kurang setuju atas tafsir tunggal tentang ke-BOL BRUTU-an. Kenneth Boulding (1972: 41-51) menyatakan citra sebagai sebuah bentuk pengetahuan subyektif. Dari sudut pandang individu citra merupakan gabungan informasi dari pribadi individu serta pengetahuan budaya dari masyarakat atau publik. Salah satu bagian dari citra adalah sejarah terbentuknya citra itu sendiri, sebuah proses munculnya kesadaran tentang citra. Pada gilirannya, ketika sekelompok manusia berbagi citra yang sama maka rangkaian pesan-pesan yang diterima dalam membangun citra adalah identik, sehingga sistem nilai dari semua individu harus dilihat secara identik. Kasus atas akun Twitter BOL BRUTU adalah bagian dari sejarah kesadaran kolektif tentang pencitraan identitas dari BOL BRUTU.
BOL BRUTU memilih untuk berada di (ruang) aktivitas dokumentasi situs-situs marjinal serta (sekali lagi) berbagi keceriaan. BOL BRUTU tidak memilih berada di ruang-ruang yang sudah menjadi pilihan “gerombolan yang lain” seperti BP3, Aktivis Heritage (resmi), Balai Arkeologi dan sejenisnya, bahwa individu-individu di BOL BRUTU punya concern kesana itu sah dan sangat bagus. Namun perlu diingat, seperti yang pernah diungkapkan oleh Putu Sutawijaya pada MY-MAGZ:
“BOL BRUTU bukan komunitas berat yang mempelajari secara detail atau anggotanya harus hafal betul mengenai sejarah. Kami hanyalah orang-orang yang punya imajinasi sendiri tentang apa yang kami temui dan kami semua suka berpetualang”
Ungkapan Putu Sutawijaya tersebut bisa dipahami bahwa BOL BRUTU selalu mengakomodasi fantasi-fantasi personal, sekalipun sudah terbangun kesadaran pengetahuan kolektif akan identitas BOL BRUTU.
Ken Plumer (1994: 271) mengungkapkan bahwa identitas merupakan proses penamaan atau penempatan diri di dalam suatu kategori atau konstruksi sosial tertentu. Identitas sendiri juga merupakan sebuah konstruksi sosial, dalam arti kita mengekspresikan diri kita yang bisa diterima oleh orang “lain” dalam menilai identitas diri kita sendiri . Konsep identitas ini muncul ketika sesuatu hal berhadapan dengan sesuatu hal yang lain. Identitas kemudian merupakan sebuah batasan dalam rangka membedakan diri dengan yang lain.
Namun demikian, saya meyakini bahwa Identitas yang dibangun atas kesepakatan pengetahuan bersama dan kesadaran kolektif ini sifatnya akan negosiabel, karena semua individu yang aktif di BOL BRUTU memiliki kontribusi setara dalam membangun Citra Identitas BOL BRUTU, kemarin, sekarang dan esok.
EPILOG
Ini hanya sekedar tulisan sok intelek, yang ingin saya bagi atas tafsir pengalaman terhadap BOL BRUTU yang saya pahami. Sekaligus dalam rangka berbagi kebahagiaan dan keceriaan setelah 2 tahun, sejak saya, Kris Budiman, Putu Sutawijaya dan Ery Jabo melakukan perjalanan ke Situs-situs Kyai Sadrach di Purworejo. Perjalanan yang menjadi salah satu tonggak kehadiran BOL BRUTU, perjalanan yang membuat saya kecanduan kepada Candi, Makam, Rumah-rumah ibadah, dan bangunan tua lainnya … sebagai tempat yang asyik untuk di datangi dan di dokumentasikan.
Setelah tahun lalu milad pertama BOL BRUTU dirayakan di Kompleks Percandian Sengi dan Taman Jiwa, Muntilan pada 10-10-10, maka tahun ini BOL BRUTU akan merayakan Ultah keduanya pada 11-11-11. Disepakati pula bahwa 11 November 2011 adalah 3 x 24 jam, tanggal 12-13 November dianggap mangkir :-d
Ok ini tafsirku, bagaimana dengan Tafsirmu atas BOL BRUTU?
SELAMAT ULANG TAHUN BOL BRUTU … AKU PADAMU !
BLUSUKAN MARAI TUMAN !
NYANDI ITU NYANDU !
=====================
Sumber Kutipan:
- Kenneth E Boulding, “The Image”, dalam James P. Spradley (ed.), Culture and Cognition. San Fransisco: Chandler Publishing Company 1972
- Ken Plummer, “Identity”, dalam William Outhwaite & Tom Bottomore (eds.), The Blackwell Dictionary of Twentieth Century Social Thought. Oxford: Blackwell Publishers 1994
- Kris Budiman, Tentang Nama dan Logo Bol Brutu, Facebook Oktober 2011
- My Magz Edisi # 7, Februari 2011
- Thomas Hylland Eriksen, Ethnicity & Nationalism: Anthropological Perspectives. London: Pluto Press 1993
Sumber Foto:
1. Courtesy of Kalinda Almaxaviera
2. Courtesy of Kris Budiman
3. Courtesy of Pande Ketut Taman & Feintje Likawati
diaplot di Fesbuk oleh Cuk Riomandha pada 25 Oktober 2011 jam 15:47
Nice.....
BalasHapus